KOTA Surabaya selama ini dikenal luas dengan ikon Suro dan Boyo, sosok hiu dan buaya yang lekat dalam cerita rakyat asal-usul nama Suroboyo. Patung raksasa hiu dan buaya menjadi identitas kota yang menjelma dalam banyak monumen, taman kota, hingga cendera mata khas Surabaya.
BACA JUGA:Komunikasi Publik Jangan Terjebak Jadi Propaganda
Namun, akhir-akhir ini muncul perdebatan setelah Pemerintah Kota Surabaya meluncurkan ikon baru berupa Monumen Ayam Jago di kawasan Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri.
Kehadiran patung setinggi 7 meter ini disebut sebagai tetenger (penanda sejarah) perjuangan Joko Berek alias Raden Sawunggaling, tokoh legendaris yang dikaitkan dengan sejarah kepahlawanan Surabaya.
BACA JUGA:Rumor Kapolri
Pertanyaannya, apakah identitas Surabaya kini beralih dari Suro lan Boyo ke Ayam Jago?
Ikon Suro dan Boyo sudah menjadi identitas resmi kota sejak lama. Patung raksasa hiu dan buaya di depan Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang dibangun pada 1988 adalah monumen pertama yang melekat di ingatan masyarakat. Dibuat oleh pemahat Sigit Margono dengan arsitek Sutomo Kusnadi, patung ini menjadi penanda visual Surabaya yang sangat populer.
BACA JUGA:Surabaya Digital, Pungli Masih Kental
Seiring waktu, ikon ini semakin banyak ditemui di berbagai titik kota. Salah satunya adalah Patung Suroboyo di Taman Suroboyo, Kenjeran, setinggi 25 meter yang diresmikan Tri Rismaharini pada 2019. Patung karya seniman Bali, I Wayan Inten, ini bahkan disebut sebagai kado ulang tahun ke-726 Kota Surabaya.
Tak hanya di dalam negeri, ikon Suro dan Boyo juga menembus kancah internasional. Pada 2014, sebuah patung Suroboyo setinggi 2,6 meter karya seniman Agung Tato berdiri di Busan, Korea Selatan, sebagai simbol sister city yang sudah terjalin sejak 1994.
BACA JUGA:Mendengarkan Héctor Lavoe, Melihat Dunia Bekerja
Dengan begitu kuatnya simbol ini, banyak orang beranggapan: bila menyebut Surabaya, maka yang terlintas pertama kali adalah Suro lan Boyo.
Meski Suroboyo begitu dominan, Surabaya ternyata punya jejak sejarah lain melalui simbol Ayam Jago. Monumen terbaru di Lidah Wetan dikaitkan dengan perjuangan Joko Berek alias Raden Sawunggaling, sosok legendaris yang dikenal sebagai pendekar dan tokoh kepahlawanan Surabaya.
BACA JUGA:Sandaran Ekonomi
Lebih jauh, ayam jago juga punya jejak historis melalui Markas Komando Batalyon Teritorial 108 Jago/K.D.M Surabaya. Pada 10 November 1949, Mayor Darmosugondo mendirikan monumen berbentuk tiga tingkat dengan simbol ayam jago di atasnya.