MALANG, MEMORANDUM.CO.ID – Tiga terdakwa kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Malang, Senin 25 Agustus 2025. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang menuntut ketiganya dengan hukuman berbeda, sesuai peran masing-masing.
Terdakwa Hermin (50) dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta, subsider 6 bulan kurungan. Sementara itu, dua terdakwa lainnya, Permana (37) dan Alti (34), masing-masing dituntut 5 tahun penjara serta denda Rp200 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Mini Kidi--
“Hari ini telah dibacakan tuntutan dalam sidang lanjutan kasus TPPO. Ketiga terdakwa tidak sama persis, namun masing-masing dikenakan denda Rp200 juta dengan subsider 6 bulan,” terang JPU Heriyanto didampingi Su’udi usai persidangan.
BACA JUGA:Pemeriksaan Dugaan TPPO Selesai, JPU Kejari Kota Malang Bersiap Bacakan Tuntutan
Heriyanto menjelaskan, tuntutan tersebut didasarkan pada pasal alternatif yang paling mendekati, yaitu Pasal 81 junto Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
“Tuntutan tertinggi dijatuhkan kepada terdakwa Hermin karena berperan sebagai pemberi perintah kepada dua terdakwa lainnya,” tambahnya.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur, Endang Yulianingsih, menilai tuntutan tersebut masih belum memenuhi rasa keadilan bagi korban.
“Menurut saya tuntutannya masih terlalu rendah dan belum memenuhi rasa keadilan bagi korban,” ujarnya.
BACA JUGA:Sidang TPPO PT NSP: Terdakwa Hadirkan Ahli Meringankan, JPU Tidak Goyah Keyakinan
Endang berharap majelis hakim menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya.
“Harapan kami, putusan hakim bisa memberi efek jera agar peristiwa serupa tidak terulang. Pengiriman pekerja migran harus melalui perusahaan resmi dan legal,” tegasnya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Bionda Johan Anggara, mengaku kecewa dengan tuntutan JPU. Menurutnya, dari tujuh pasal alternatif yang didakwakan, hanya satu yang terbukti, yakni dakwaan keempat terkait larangan perorangan melakukan penempatan calon pekerja migran Indonesia.
BACA JUGA:Sidang TPPO PT NSP Malang Terus Menggelinding, Dua Ahli dari Kementerian Dihadirkan
“Kami selaku kuasa hukum kecewa dengan tuntutan JPU. Hanya satu dakwaan yang dianggap terbukti,” jelas Bionda.
Ia menegaskan, kliennya tidak bekerja atas nama pribadi, melainkan sebagai karyawan PT NSP.
“Klien saya, Hermin, bekerja di PT NSP dan menerima gaji, jadi tidak bisa disebut melakukan penempatan pekerja migran secara pribadi,” tandasnya.