Dekan FH UWG Turut Bersuara Terkait KUHAP Maret 2025

Jumat 09-05-2025,09:48 WIB
Reporter : Edy Riawan
Editor : Fatkhul Aziz

MALANG, MEMORANDUM.CO.ID - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) versi Maret 2025 menuai beragam pandangan akademisi dan pakar hukum. 

Dekan Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang, Dr. Ibnu Subarkah, SH., M.Hum, menilai, pembahasan RUU KUHAP belum sepenuhnya mencerminkan sistem peradilan pidana yang utuh dan terintegrasi.

BACA JUGA:Rektor UWG Lantik Dua Pejabat Pergantian Antar Waktu


Mini Kidi--

Dr. Ibnu mengatakan, RUU KUHAP tidak cukup hanya membahas kewenangan dan tugas kepolisian. Melainkan harus menghadirkan porsi yang seimbang, bagi institusi penegak hukum lainnya. Seperti kejaksaan dan badan peradilan umum.

“Persoalan besar dalam penegakan hukum bukan hanya terletak pada proses penyidikan oleh kepolisian. Namun harus dilihat secara sistemik, dari mulai penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di pengadilan. Ketiganya tidak bisa berdiri sendiri,” terang Dr. Ibnu, Rabu 07 Mei 2025

Ia menjelaskan, keadilan sebagai tujuan akhir dari hukum pidana, sesuatu yang mahal. Karena itu, seluruh aktor dalam sistem peradilan pidana, harus memikul tanggung jawab bersama. 

BACA JUGA:Halalbihalal UWG, Silaturahmi Jadikan Satu Visi Meraih Tujuan

“Polisi seringkali berada di ‘garis panas’, berhadapan langsung dengan pelaku kejahatan, mengejar DPO, mengungkap kasus. Tapi ketika perkara sampai di pengadilan, hasil kerja keras itu bisa saja sia-sia karena tersangka dibebaskan. Ini menunjukkan bahwa sistem belum berjalan secara integrated,” jelasnya.

Dr. Ibnu menyoroti pentingnya keterlibatan kejaksaan dan peradilan dalam proses pembahasan KUHAP. Sebab pembahasan yang dominan menyasar kepolisian justru bisa menjadi beban norma dan membuka peluang terjadinya pengerdilan makna sistem peradilan pidana.

“Kejaksaan dan kehakiman juga harus duduk bersama dalam pembahasan KUHAP. Jangan sampai muncul norma yang berat sebelah. Kita lihat, bahkan sekarang muncul rancangan KUHAP Kejaksaan yang berdiri sendiri. Ini justru mengindikasikan lemahnya koordinasi lintas lembaga dalam merumuskan sistem hukum yang seharusnya holistik,” katanya.

BACA JUGA:Materi Somasi Dipenuhi, Konten Kreator vs UWG Selesai

Ia menambahkan bahwa KUHAP sebagai hukum acara pidana formil bukan hanya prosedur membawa tersangka ke pengadilan. Tetapi juga memastikan setiap tahapan penegakan hukum menghormati prinsip praduga tak bersalah dan hak korban.

Ia juga menekankan, perlunya penguatan prinsip Restorative Justice dalam KUHAP. Keadilan restoratif jangan hanya diatur dalam peraturan internal kepolisian. Tapi harus menjadi bagian dari regulasi yang mengikat seluruh sistem peradilan pidana.

“Restorative justice harus menjadi pendekatan hukum yang terlembaga, bukan sekadar kebijakan internal. Kita bicara tentang keadilan yang memberi ruang bagi penyelesaian yang lebih manusiawi, tidak parsial, dan mengakomodir kepentingan korban, pelaku, serta masyarakat,” pungkasnya.

Kategori :