BACA JUGA:Sepi Pembeli, Pedagang Gembong Asih Menjerit
"Celana jeans bermerek menjadi incaran, dijual kembali dengan harga Rp 300.000 hingga Rp 10.000 tergantung merek dan kondisi," papar Munif.
Munif membandingkan masa lalu, sebelum era online, di mana ia menjual baju bekas dari lelang pegadaian seharga Rp 400.000 per item, namun kurang diminati. Kini, dengan masuknya barang impor, permintaan meningkat, meskipun ia juga menghadapi risiko kerugian hingga Rp 2 juta jika barang tidak laku.
BACA JUGA:Gelar Tes Usap di Sentra PKL Gembong Asih, Pengunjung Semburat
Ketidakpastian jenis kelamin celana (separuh pria, separuh wanita) dalam satu kulakan barang juga menjadi kendala, karena celana wanita lebih sulit dijual dengan harga tinggi.
"Sebenarnya sudah lama. Sebelum covid sudah ada baju bekas. Dulu jual Rp 400 ribu yang bermerek. Tapi harga segitu tidak laku. Semenjak ada barang impor banyak yang mencari. Dulu barang jadi orang. Sekarang orang jadi barang. Kan terbalik," jelas Munif.
BACA JUGA:Sejak Pandemi, Pasar Gembong Sepi Pembeli
Menurut dia, dulu meskipun diambil berapa bal tidak bayar tidak jadi masalah. Jadi saat ini semua faktor orang belanja di online sehingga sepi.
Munif mengungkapkan, dulu impor barang bekas sempat ramai tahun 2023. Kemudian banyak razia, sehingga pedagang takut untuk berjualan dan buka tutup stan.
"Saya tidak takut razia karena selama ini dia hanya pengecer. Barang kulak dari bandung melalui online. Tidak kenal dengan penjualnya langsung. Kadang teman beli dari online saya nempil barang. Sekarang barangnya sulit karena penjualnya takut," imbuh Munif.
Harapan pemerintah barang barang impor diteruskan, pemerintah menyediakan barang untuk menambah pemasukan daerah dari sektor pedagang.
"Kualitasnya bagus merek murah barangnya sehingga lebih diterima masyarakat," pungkas Munif. (rio)