MOJOKERTO, MEMORANDUM.CO.ID - Sidang lanjutan kasus penggelapan uang perusahaan Rp 12 miliar milik CV Mekar Makmur Abadi (MMA) dengan terdakwa Herman Budiyono (42) digelar di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Rabu 8 Oktober 2024.
Dalam sidang agenda pembacaan eksepsi di PN Mojokerto, kuasa hukum terdakwa, Michael, menolak dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
BACA JUGA:Sidang Perusakan Gembok PT SGH di PN Mojokerto, Hakim Puji Kejujuran Terdakwa
Melalui eksepsi yang dibacakan di ruang sidang PN Mojokerto, Michael mengungkapkan banyaknya kejanggalan yang dilakukan jaksa hingga perkara ini masuk ke persidangan.
Dalam eksepsinya, Michael mengungkap banyak hal, di antaranya adalah dakwaan jaksa yang tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Selain itu. Michael juga mengungkap uraian dakwaan pertama dan dakwaan kedua juga sama persis.
“Namun jaksa tak menguraikan dakwaan pertama dan dakwaan kedua secara jelas dan berbeda, sehingga dakwaan pertama dan kedua unsur nya berbeda tapi uraian perbuatannya sama persis antara dakwaan pertama dan dakwaan kedua. Jelas ini melanggar surat edaran Kejaksaan Agung RI terkait pedoman pembuatan surat dakwaan dan banyak yurisprudensi Mahkamah Agung RI yg menyatakan dakwaan tersebut batal demi hukum,” ujar Michael.
BACA JUGA:Sidang Perusakan, PN Mojokerto Gelar Pembuktian Setempat
Lebih lanjut Michael mengatakan dalam eksepsinya bahwa JPU melanggar hukum acara pidana dan hak terdakwa. Michael mencontohkan, hak panasihat hukum untuk mendapatkan informasi jadwal sidang, turunan dakwaan dan berkas perkara. Padahal hal itu merupakan satu hal yang wajib diberikan JPU.
“Akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh jaksa penuntut umum, apakah jaksa penuntut umum mempunyai kepentingan yang besar? Sehingga terdakwa tidak mendapatkan hak-haknya dan ini tentu merugikan Terdakwa karena tak bisa melakukan pembelaan atas perbuatan yang tidak pernah dilakukan,” ujar Michael.
Selain itu, Michael juga mengatakan bahwa dakwaan jaksa kabur karena jaksa tidak mengungkap secara gamblang peristiwa hukum yang dikaitkan dengan fakta kedudukan hukum terdakwa apakah perseroan diam (komanditer pasif) yang mana sesuai pasal 374 KUHP harusnya Jaksa mengungkap secara detail terdakwa disidangkan ini apakah sebagai ahli waris ataukah sebagai komanditer pasif.
“Jaksa penuntut umum juga tampak kebingungan dalam menentukan nilai objek yang digelapkan, apakah kekayaan CV Mekar Makmur Abadi yang digelapkan ataukah hak para ahli waris yang digelapkan,” ujar Michael.
Dengan uraian dakwaan jaksa yang membingungkan ini maka dakwaan yang demikian ini tidak boleh diterima oleh hukum acara pidana karena berpotensi menimbulkan rekayasa atau yang disebut juga kriminalisasi.
“Untuk itu kami memohon agar majelis hakim menerima eksepsi kami dan agar perkara ini dihentikan serta melepaskan terdakwa dari tahanan,” ujar Michael.
Dalam sidang sebelumnya dakwaannya JPU Rizka Apriliana menyatakan, bahwa terdakwa Herman Budiyono pada 9 Juli 2021 sampai 30 Desember 2021 telah melakukan penggelapan. Saudara Bambang Sutjahjo mendirikan CV Mekar Makmur Abadi pada 6 Desember 2019.
"Bambang Sutjahjo selaku Direktur dan terdakwa selaku Persero Diam (Komanditer Pasif), dengan modal awal pendirian CV sepenuhnya berasal dari saudara Bambang Sutjahjo sebesar Rp3.524.024.000 dan usaha tersebut bergerak di bidang perdagangan ban truk, semua pengelolaan CV dijalankan oleh saudara Bambang Sutjahjo," ungkapnya.