Menguak Fenomena Cowok Sigma: Antara Kemandirian dan Toxic Masculinity

Minggu 06-10-2024,07:49 WIB
Reporter : Sekar Puji Rahajeng
Editor : Agus Supriyadi

MEMORANDUM.CO.ID – Istilah "cowok sigma" semakin populer belakangan ini, terutama di kalangan anak muda. Namun, tak semua orang memahami betul apa yang dimaksud dengan istilah ini.

Cowok sigma sering digambarkan sebagai individu yang mandiri, misterius, dan tidak terikat oleh hierarki sosial. Mereka lebih memilih jalan sendiri dan memiliki pandangan yang unik terhadap kehidupan.

Berbeda dengan cowok alpha yang cenderung menjadi pusat perhatian, cowok sigma lebih suka bekerja di balik layar dan mencapai tujuan tanpa banyak suara.

Dalam perkembangan zaman yang cenderung dinamis dan juga kompleks, banyak laki-laki yang memposisikan dirinya sebagai cowok sigma.

Mereka menganggap dengan cara ini bisa menjadi salah satu alternatif gaya hidup yang lebih bebas dan otentik.

BACA JUGA:Jangan Salah Paham! Ini Alasan Sebenarnya Cowok Enggan Berpacaran

BACA JUGA:Berebut Cowok Jagoan Basket, Pemenang Diundi lewat Sut

Namun ternyata, tren cowok sigma ini sebenarnya merupakan salah satu contoh maskulinitas beracun atau toxic masculinity.

Toxic masculinity ini sebenarnya memiliki dampak buruk terutama bagi kesehatan mental laki-laki.

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Mari kita bahas.

1. Karakter yang Merepresentasikan “Cowok sigma”

Karakter seperti Patrick Bateman, Joker, K,Tommy Shelby maupun John Wick dikenal sebagai representasi “cowok sigma”.

Karakter-karakter tersebut dalam beberapa tahun terakhir menjadi populer di kalangan laki-laki muda.

Salah satu contoh cowok sigma seperti Tommy Shelby dari Peaky Blinders yang memiliki pesona sebagai laki-laki yang kalem dan memiliki ambisi yang kuat, ternyata dengan karakternya yang seperti itu justru menarik bagi para laki-laki muda.

2. Istilah Maskulinitas Laki-Laki Ternyata Tidak Didukung Bukti Ilmiah

Salah satu sumber data yang didapat dari akun instagram @kenapaharuspeduli menyatakan bahwa maskulinitas laki-laki memiliki beberapa klasifikasi yang justru istilah dalam klasifikasi tersebut tidak ada bukti ilmiah.

Klasifikasi maskulinitas laki-laki tersebut terdiri dari alfa, beta, gama, sampai omega yang menempati posisi paling bawah, dan istilah tersebut semakin populer.

BACA JUGA:5 Aktivitas Ini Bisa Kamu Jadikan Hobi, Sehat dan Menyenangkan!

BACA JUGA:5 Tips Agar Kulkas Lebih Hemat Energi Listrik dan Lebih Awet

Namun, di media sosial banyak laki-laki muda yang justru meromantisasi gaya hidup dan pola pikir sigma tersebut.

Alih-alih membawa dampak positif, pola pikir ini justru memperkuat maskulinitas yang rapuh dan toxic.

3. Memperlihatkan Sentimen Misoginis

Salah satu sumber yang ditulis oleh akun instagram @kenapaharuspeduli mengatakan bahwa konten-konten dengan kata kunci “cowok sigma” apabila dilihat secara kritis sebagian memperlihatkan sentimen misoginis, rasis, dan anti feminisme dalam narasi-narasinya.

Tidak heran jika fenomena cowok sigma kemudian dikaitkan dengan gerakan “pil merah” atau pemikiran berbahaya yang dimiliki oleh Andrew Tate dan kultur incel.

Laki-laki dari komunitas ini umumnya memiliki sikap yang menganggap perempuan sebagai hambatan bagi kebebasan dan kesuksesan laki-laki.

4. Idealisasi Pola Pikir Sigma

Idealisasi pola pikir sigma juga mendorong laki-laki untuk selalu tampil kuat, menekan emosi, dan menghindari interaksi sosial.

Bagi cowok sigma, karisma dan penghormatan hanya dapat diraih dengan cara persaingan, bukan melalui kerja sama atau empati.

Mereka memandang kedua sikap tersebut sebagai ciri-ciri feminin yang harus dihindari.

5. Masalah Lain yang Muncul dari Mitos Cowok Sigma

Masalah lain yang timbul dari mitos cowok sigma adalah banyak laki-laki yang merasa mampu mengatasi semua masalahnya sendiri.

Mereka enggan mencari bantuan layanan kesehatan mental karena takut dicap lemah.

BACA JUGA:Tren TikTok Silent Walking, Hobi Jalan Kaki dalam Keheningan tanpa Bantuan Teknologi Digital

Kesendirian dan keterasingan sering dilihat sebagai tanda kekuatan.

Mereka merasa mentalitas mereka terlalu "unik" untuk meminta bantuan dari konselor, psikolog, atau psikiater.

Padahal, pandangan seperti ini sebenarnya salah.

6. Maskulinitas Beracun dapat Menjebak Laki-Laki dalam Lingkaran Frustasi

Berdasarkan riset psikologi pada tahun 2020, salah satu faktor utama yang membuat laki-laki lebih rentan terhadap tindakan bunuh diri adalah maskulinitas beracun yang berkaitan erat dengan persaingan dan agresi.

Banyak laki-laki yang pada akhirnya terperangkap dalam lingkaran frustrasi yang mereka lampiaskan dengan cara yang tidak sehat, seperti penyalahgunaan alkohol, narkoba, atau perilaku berisiko tinggi lainnya.

7. Menyelamatkan Pola Pikir

Untuk menghentikan siklus ini, penting bagi laki-laki untuk memahami bahwa mengekspresikan emosi atau membicarakan perasaan bukanlah hal yang salah.

Kalian lebih dari sekadar batasan maskulinitas.

Daripada mengikuti pola pikir dan gaya hidup sigma, yang sebenarnya juga merupakan konstruksi sosial, laki-laki perlu didorong untuk lebih terbuka dalam memandang kesehatan mental sebagai bagian satu kesatuan dari kesejahteraan dan kebahagiaan mereka.

Itulah pembahasan mengenai dibalik trend cowok sigma yang justru dianggap beracun atau toxic masculinity.

Apakah kalian sependapat?(mg38)

Kategori :