Ghosting dan Blokir: Tren Modern Menghindari Tanggung Jawab Hukum di Era Digital

Sabtu 14-09-2024,18:00 WIB
Reporter : Anis Tiana Pottag, S.H., M.H.,
Editor : Eko Yudiono

 

Ghosting dan blokir dalam hubungan pribadi bukan hanya menyebabkan kerugian emosional, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum yang signifikan, terutama jika melibatkan kewajiban finansial, tanggung jawab keluarga, atau janji yang tidak ditepati.

Dalam hubungan pacaran, ghosting dan blokir yang melibatkan manipulasi finansial dapat dianggap sebagai penipuan berdasarkan Pasal 378 KUHP. Dalam konteks pernikahan, ghosting dan blokir dapat dianggap sebagai pengabaian kewajiban nafkah atau hak asuh anak, yang diatur dalam Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 41 UU Perkawinan.

Sementara itu, dalam hubungan keluarga, tindakan ghosting dan blokir terhadap orang tua yang membutuhkan dapat dianggap sebagai pengabaian kewajiban berdasarkan Pasal 298 KUHPerdata.

Dengan adanya ketentuan-ketentuan hukum ini, pihak yang menjadi korban ghosting dan blokir berhak untuk mengambil langkah hukum, baik melalui jalur perdata untuk menuntut hak finansial maupun melalui jalur pidana untuk menuntut pertanggungjawaban atas tindakan penipuan atau pengabaian kewajiban keluarga.

Kesimpulan

Ghosting dan blokir, meskipun terlihat sebagai cara cepat dan mudah untuk menghindari konflik atau tanggung jawab, ternyata memiliki konsekuensi hukum yang serius.

Baik dalam hubungan bisnis maupun pribadi, tindakan ini bukan hanya berdampak emosional tetapi juga berpotensi melanggar hukum.

Dalam dunia bisnis, ghosting dan blokir dapat menyebabkan tuntutan hukum berdasarkan pelanggaran itikad baik (Pasal 1338 KUHPerdata) dan wanprestasi (Pasal 1243 KUHPerdata). Bahkan, jika terbukti ada niat untuk mengambil keuntungan tanpa memenuhi kewajiban, tindakan tersebut bisa dianggap sebagai penipuan (Pasal 378 KUHP), yang berujung pada hukuman pidana.

Dalam hubungan pribadi, ghosting dan blokir juga bisa berujung pada tuntutan hukum, terutama jika melibatkan kewajiban finansial, seperti dalam pernikahan, di mana nafkah dan hak asuh anak diatur oleh UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasangan yang menghilang dan memutus komunikasi dapat dikenai gugatan nafkah atau tuntutan terkait pembagian harta bersama. Sementara itu, dalam hubungan keluarga, pengabaian kewajiban terhadap orang tua yang membutuhkan dukungan finansial dapat dituntut berdasarkan Pasal 298 KUHPerdata.

Fenomena ghosting dan blokir tidak hanya mencerminkan kurangnya tanggung jawab sosial, tetapi juga bisa menjadi masalah hukum yang merugikan pihak lain, baik secara finansial maupun moral. Oleh karena itu, pihak yang merasa dirugikan memiliki hak untuk mengambil tindakan hukum guna menuntut hak mereka.

Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal sedang menghadapi situasi yang melibatkan ghosting atau blokir, baik dalam hubungan bisnis atau pribadi, penting untuk menyadari bahwa Anda memiliki perlindungan hukum.

Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional agar hak-hak Anda terlindungi. Untuk konsultasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi 0811 2233 6666 atau mengunjungi www.toplegal.id. Tim profesional kami siap membantu Anda dalam menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak Anda.

 

Kategori :