Ghosting dan Blokir: Tren Modern Menghindari Tanggung Jawab Hukum di Era Digital

Sabtu 14-09-2024,18:00 WIB
Reporter : Anis Tiana Pottag, S.H., M.H.,
Editor : Eko Yudiono

Blokir dalam Bisnis: Indikasi Niat Menghindari Tanggung Jawab

Tindakan blokir tidak hanya sekadar memutus komunikasi, tetapi sering kali menunjukkan niat yang disengaja untuk menghindari tanggung jawab.

Dalam bisnis, komunikasi yang terbuka sangat penting untuk menyelesaikan masalah dan memastikan bahwa kewajiban masing-masing pihak dipenuhi.

Ketika seseorang secara sengaja memblokir akses komunikasi, terutama setelah menerima tanggung jawab atau kewajiban finansial, hal ini dapat memperburuk kondisi bisnis dan mengindikasikan adanya niat untuk menghindari kewajiban.

Jika pihak yang melakukan blokir tahu bahwa ada kewajiban bisnis yang harus dipenuhi tetapi memilih untuk menghindar, tindakan ini bisa dianggap sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab yang telah disepakati.

Dalam banyak kasus, blokir dapat menjadi indikasi awal adanya potensi penipuan jika pihak yang memblokir tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan kewajiban bisnisnya.

BACA JUGA:Pernah Dengar Klien Minta Konten Dihapus? Ini Solusi Jitu untuk MUA!

Dalam beberapa situasi, ghosting dan blokir dapat meningkat menjadi tuduhan penipuan, terutama jika ada bukti bahwa pihak yang menghilang sejak awal tidak memiliki niat untuk memenuhi kewajibannya.

Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur bahwa penipuan terjadi ketika seseorang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat atau kebohongan untuk mendapatkan keuntungan dari pihak lain.

Jika pihak yang menghilang menerima modal atau aset perusahaan, tetapi kemudian memutuskan untuk pergi tanpa menyelesaikan kewajibannya, tindakan ini bisa dikategorikan sebagai penipuan.

Misalnya, jika pihak kedua dalam contoh kasus di atas menerima modal dari pihak pertama untuk operasional perusahaan, tetapi sejak awal memang tidak berniat untuk menjalankan tanggung jawabnya, hal ini bisa menjadi dasar bagi tuntutan penipuan.

Pihak yang dirugikan berhak melaporkan tindakan tersebut sebagai penipuan, dan jika terbukti ada unsur tipu muslihat, pelaku bisa dikenai hukuman pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP. Hukuman yang diatur dalam pasal ini adalah pidana penjara hingga empat tahun atau denda.

Konsekuensi Hukum Ghosting dan Blokir dalam Pembentukan Perusahaan

Ghosting dan blokir dalam pembentukan perusahaan dapat membawa konsekuensi hukum yang sangat serius bagi pelaku. Ketika salah satu pihak memutuskan untuk menghilang dan memblokir akses komunikasi, tanpa menyelesaikan kewajiban bisnisnya, hal ini bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum, baik dalam bentuk wanprestasi maupun penipuan.

1. Wanprestasi: Jika tindakan ghosting dan blokir menyebabkan salah satu pihak gagal memenuhi kewajiban kontraktualnya, pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata. Pihak yang ditinggalkan dalam situasi ini dapat menuntut kompensasi atas kerugian finansial yang dialami akibat kegagalan pihak lain dalam memenuhi kewajibannya.

2. Penipuan: Jika terbukti ada niat untuk menipu sejak awal, pelaku dapat dikenakan tuntutan pidana berdasarkan Pasal 378 KUHP. Dalam kasus penipuan, pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga empat tahun atau dikenakan denda. Penipuan sering kali diindikasikan oleh tindakan blokir, terutama ketika pelaku memutuskan komunikasi setelah menerima tanggung jawab atau kewajiban finansial.

Kategori :