SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Fenomena kotak kosong pada Pilkada Serentak 2024 memantik pengamat politik Surokim Abdus Salam untuk ikut bicara.
Menurutnya, fenomena kotak kosong merupakan paradoks dalam demokrasi elektoral. Secara substantif, kontes pilkada menjadi tak lagi bermakna.
Namun jika kontestasi tersebut tetap dilakukan, maka esensinya hanya untuk memenuhi demokrasi prosedural saja.
"Paling tidak ada empat hal yang menurut saya menjadi penyebab fenomena kotak kosong terjadi di Kota Surabaya. Pertama, karena tuntutan 20 persen elektoral treshold parlemen sebelum datangnya putusan MK, sehingga parpol-parpol sudah membangun komunikasi sebelumnya dan mencapai kesepakatan," terang Surokim, Selasa, 3 September 2024.
Kedua, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Universitas Trunojoyo Madura (UTM) ini menilai bahwa elektabilitas petahana terlalu kuat. Sehingga membuat calon-calon penantang grogi dan takut untuk melakukan perlawanan.
Sedang yang ketiga, menurutnya ada kuasa aktor-aktor politik di belakang layar. Dengan begitu bisa mengorkestrasi dan mendirigen parpol-parpol di Surabaya dalam satu arah dukungan.
BACA JUGA:Deklarasi Coblos Kotak Kosong, MAKI Jatim: Perlawanan terhadap Matinya Demokrasi
"Keempat adalah kegagalan parpol dalam menyiapkan kader-kadernya sebagai pemimpin publik yang unggul dan andal, sehingga layak dimajukan dalam kontestasi pilwali," tandasnya.
Seperti diketahui, selain Surabaya, ada sedikitnya 4 kabupaten/kota lain di Jatim yang memunculkan kotak kosong pada pilkada. Yakni, Gresik, Pasuruan, Ngawi, dan Trenggalek.
Surokim menilai, sangat kecil kemungkinan kotak kosong dapat menang di pilkada dengan jumlah pemilih diatas 500.000 orang.
BACA JUGA:Target KPU Sulit Terwujud: Lawan Kotak Kosong, Partisipasi Pemilih Pilwali Surabaya Diprediksi Turun
"Sulit sulit sekali dan menghabiskan energi publik," katanya.
Berdasarkan hitungan peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) ini, kotak kosong pilkada hanya bisa punya peluang menang di level pilkada kota dengan jumlah pemilih di bawah 200.000.
"Itu pun kalau ada upaya penghadangan secara masif terhadap paslon potensial yang kemudian tidak bisa maju. Jika tak ada lawan yang alamiah, maka saya pikir sulit kotak kosong bisa menang," urai Surokim.