SURABAYA, MEMORANDUM - Alih-alih memperketat regulasi terkait penjualan susu formula bayi dan produk pengganti air susu ibu (ASI), pemerintah lebih didorong untuk menelurkan kebijakan yang lebih tepat sasaran.
Disampaikan aktivis perempuan Elni Nainggolan, gerakan kembali ke ASI secara value merupakan upaya yang positif. Akan tetapi dalam implementasinya mengundang diskriminatif.
Menurut mantan ketua Lingkar Studi Gender Mahasiswa (LSGM) Universitas Airlangga (Unair) ini, tidak semua ibu dapat memberikan ASI secara maksimal kepada sang buah hati. Karena itu, susu formula bayi terkadang menjadi solusi.
"Dalam implementasinya, saya rasa akan sangat diskriminatif bagi perempuan (ibu) yang memiliki kendala untuk memberikan ASI bagi anak-anak mereka. Menurut saya, kebijakan ini perlu didukung dengan berbagai catatan. Jangan sampai kebijakan ini justru melahirkan monopoli industri susu formula oleh sebagian oknum yang berkepentingan saja," terang Elni, Selasa, 13 Agustus 2024.
BACA JUGA:Tren Susu Formula Meningkat, Dr Ika Mardiyanti SST MKes: ASI Tetap Pilihan Terbaik
Seperti diketahui, kebijakan pemerintah untuk menumbuhkan kepedulian ibu agar tetap menyusui mengundang beragam reaksi.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pemerintah telah memperketat regulasi terkait susu formula bayi dan produk pengganti ASI lainnya.
Aturan yang tercantum dalam PP Kesehatan Pasal 33 ini meliputi larangan penjualan, penawaran, pemberian potongan harga, hingga promosi iklan.
Elni menjelaskan, pemerintah sering menggunakan cara pandang yang keliru dalam mengatasi suatu permasalahan. Salah satunya, peraturan tersebut.
BACA JUGA:Menyusui vs Memberi Susu Formula, Mana yang Terbaik untuk Bayi Baru Lahir
Menurut telaahnya, akar permasalahan dari penggunaan susu formula oleh ibu untuk anaknya sangat beragam. Mulai dari ASI yang tidak keluar, hingga yang paling berat adalah minimnya fasilitas pendukung semacam ruang laktasi.
"Jumlah perempuan bekerja cukup tinggi di Indonesia, untuk cuti pascamelahirkan belum tentu diberikan waktu yang cukup oleh perusahaan. Dan saat ibu harus kembali bekerja, di kantor tidak ada fasilitas ruang laktasi, bahkan kantor pun belum tentu ramah bagi bayi. Alhasil, banyak ibu beralih ke susu formula sebagai solusinya," terang Elni.
Guna mendukung ibu memberikan ASI eksklusif, maka Elni mendorong pemerintah untuk fokus melakukan sosialiasi tentang pentingnya pemberian cuti melahirkan dan menyusui pada ibu.
Lalu, tambah dia, pemerintah juga perlu menelurkan kebijakan terkait pengadaan fasilitas ruang laktasi di kantor.
BACA JUGA:Inilah Kisah MBR yang Campur Susu Formula Anak dengan Air Tajin