"Pada saat itu sekalipun debitur ini kesulitan keuangan, tapi oleh kreditur itu karena kerasnya tagihan, kerasnya tekanan ke debitur, sampai-sampai orang tua debitur ini kaget, sakit mendadak tak lama kemudian meninggal (12 Agustus 2021)," kata Shoinuddin.
"Kita sebagai ahli hukum, meyakini bahwa akibat sabab musabab daripada proses kematian akibat dari kerasnya tagihan, kerasnya tekanan sehingga mengejutkan orang tua sampai jatuh sakit dan akhirnya meninggal," imbuhnya.
BACA JUGA:Inilah 4 Kapolsek Baru di Jajaran Polres Pasuruan yang Dimutasi
Ia menjelaskan bahwa terkait kasus ini ada unsur pidana yang mengena yakni pasal 340 jo 359, jo 57 KUHP barang siapa yang lalai akibat daripada kecerobohannya sehingga mengakibatkan orang itu sakit dan meninggal.
Shoinuddin melanjutkan tidak lama kemudian hampir dua tahun, ada tagihan lagi dengan keras yang mengakibatkan Sukamto meninggal mendadak karena tekanan, di mana kreditur meminta uang Rp 100 juta kontan.
"Bagaimana mungkin dalam kondisi sulit, dan tidak ada uang di rumah harus menyiapkan uang Rp 100 juta. Namun tidak lama uang tersebut akhirnya dapat dari pinjam. Dalam kondisi sulit tersebut debitur Sukamto akhirnya jatuh sakit dan dibawa ke RS Anwar Medika, Krian selanjutnya dirujuk ke RSUD dr Soetomo dan di situpun masih dikejar (kreditur) diminta menyiapkan uang Rp 80 juta dalam kondisi diinfus. Itu namanya kekerasan, kriminal, perbuatan tidak menyenangkan dan debitur meninggal dunia (29 Maret 2023)," bebernya.
BACA JUGA:Menteri AHY dan Kapolri Sepakat Cegah Masyarakat Jadi Korban Konflik Pertanahan
Oleh karena itu, sebagai kuasa hukum, Shoinuddin telah berkirim surat ke Mabes Polri dan berharap direspons baik oleh Mabes Polri. Shoinuddin tak bisa membayangkan apabila peristiwa seperti ini dibiarkan karena sudah banyak terjadi di Indonesia. (*)