Dirjen HAM: KUHP Baru Mengenai Kohabitasi dalam Hak Asasi Manusia.

Minggu 28-07-2024,17:25 WIB
Reporter : Sujatmiko
Editor : Ferry Ardi Setiawan

JAKARTA, MEMORANDUM - Direktur Jenderal (Dirjen) HAM Dhahana Putra menyoroti maraknya kasus perselingkuhan yang belakangan kerap ramai dibincangkan di media sosial. Pasalnya, menurut Dhahana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru memberikan pengaturan yang lebih tegas mengenai kohabitasi dan perzinaan.

BACA JUGA:Perkuat Sinergi dalam Pelayanan Ramah HAM, Dirjen HAM Kunjungi UPT dan PT Taspen Malang

“Bagi pasangan yang belum menikah perlu memahami bahwa di KUHP baru ini kohabitasi juga memiliki konsekuensi hukum,” terang Dhahana.

BACA JUGA:Dikunjungi Dirjen HAM, Kemenkumham Jatim Komitmen Laksanakan P5HAM

Dhahana menjelaskan kohabitasi, dalam KUHP yang baru didefinisikan sebagai hidup bersama sebagai suami istri di luar pernikahan. Artinya ini juga mencakup pasangan yang tinggal bersama dan berperilaku seperti suami istri tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah menurut hukum.

Sementara itu, perzinaan dalam KUHP baru sama seperti KUHP lama tetap dipandang sebagai suatu tindak pidana. Merujuk pada, pasal 411 dalam KUHP yang baru setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya akan dikenai pidana perzinaan. 

BACA JUGA:Dirjen HAM Apresiasi Ruang Ramah HAM Kantor Imigrasi Malang

“Pasal ini menegaskan komitmen pemerintah untuk menegakkan norma kesusilaan dalam masyarakat,” jelas Dhahana.

Kendati demikian, Dhahana menerangkan bahwa baik kohabitasi maupun perzinaan merupakan delik aduan terbatas. Dengan begitu, tindakan kohabitasi dan perzinaan sebagaimana diatur di dalam pasal 411 dan pasal 412 hanya dapat diproses secara hukum jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.

BACA JUGA:Dirjen HAM Apresiasi Komitmen Kemenkumham Jatim dalam Ciptakan Pelayanan Publik Berbasis HAM

“Pengaduan harus berasal dari suami, istri, orang tua, atau anak dari pihak yang terlibat dalam perbuatan tersebut, tanpa adanya pengaduan resmi dari pihak-pihak terkait tindakan tidak dapat diproses oleh aparat penegak hukum,” imbuh Dhahana.

Lebih lanjut, Direktur Jenderal HAM membeberkan sejak awal pembahasan KUHP baru, topik terkait kohabitasi dan perzinaan memang cukup memantik polemik di ruang publik. 

BACA JUGA:Dirjen HAM Dorong Kemenkumham Jatim Implementasikan Bisnis dan HAM Ramah Anak

“Ada pihak yang menuntut agar tindakan semacam itu diberikan hukuman karena tidak sesuai nilai-nilai sosial dan keagamaan, di sisi lain ada pihak yang menolak negara untuk mengatur hal tersebut karena dipandang telah mencampuri urusan privat, nah KUHP berupaya mencari titik keseimbangan,” ungkapnya.

BACA JUGA:Dirjen HAM Pastikan Pengaduan Pelayanan Hak Asasi di Jatim Terlayani dengan Baik

Kategori :