Profil Lengkap Jampidsus Febrie Adriansyah, Ungkap Megakorupsi, Dikuntit Densus 88 Hingga Dilaporkan ke KPK

Selasa 28-05-2024,08:31 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

MEMORANDUM - Nama Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Dr. Febrie Adriansyah, S.H., M.H. menjadi nama yang paling banyak dibicarakan usai viral dirinya dikuntit anggota Densus 88 Antiteror. Terbaru, Febrie Adriansyah dilaporkan ke KPK.

Dalam mesin pencarian Google, jika mengetikkan kata kunci : "Febrie Adriansyah" maka akan muncul jutaan hasil yang akan ditampilkan oleh Mbah Google.

Jaksa kelahiran Jakarta, 19 Februari 1968 ini menamatkan Pendidikan SD hingga sarjana di Jambi. Gelar Sarjana Hukum ia raih di Universitas Jambi, Magister Hukum di Iblam dan gelar Doktor di Unair pada 2018 silam.

Suami dari Rugun Saragih ini mengawali karir dari bawah, yakni sebagai Yuana Wira TU di Kejaksaan Agung pada tahun 1993.

Tiga tahun kemudian, tepatnya 15 Novemver 1996, lulusan SDN no 18 Jambi ini bertugas di Kejari Sungai Penuh sebagai Jaksa Fungsional.

Enam bulan kemudian, lulusan SMPN 1 Jambi ini menduduki jabatan struktural sebagai Kasubsi Tindak Pidana Khusus di Kejari Sungai Penuh.

Tahun 1998, lulusan SMAN 1 Jambi ini menjabat Kasi Intelijen di Kejari Sungai Penuh.

BACA JUGA:Jaksa Agung Rotasi 15 Kajati, Ini Daftarnya

BACA JUGA:Rotasi Besar-besaran di Kejati Jatim, 14 Kajari dan 2 Asisten

Setelah lama berada di Jambi, pada tahun 2000, Febrie bertugas di Kejati Jawa Barat sebagai Jaksa Fungsional. Setahun kemudian bertugas di Kejari Karawang sebagai Kasi Pidsus dan di tahun yang sama menjabat Kasi Penyidikan di Kejati Jabar.

Kemudian menjabat sebagai Kasi Intelijen Kejari Jakarta Barat tahun 2003, lalu mendapat promosi sebagai Pengkaji (Koordinator) di Kejati DKI Jakarta di tahun 2005.

Untuk pertama kalinya, Febrie mendapat amanah sebagai Kajari di Stabat pada Juni tahun 2008. Selanjutnya, ia ditarik ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung sebagai Kasubdit Korupsi pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus direktorat eksekusi dan eksaminasi.

Pada awal 2012, tepatnya 14 Februari 2012, Febrie menerima SK nomor KEP-IV-177/C/02/2012/14-02-2012. Berdasarkan SK tersebut, Febrie diberi amanah sebagai Kajari Bandung.

Pada tahun 2013, bertugas di Kejati Jawa Timur sebagai Asisten Pidana Khusus (Aspidsus). Sekitar tiga tahun kemudian, mendapat promosi sebagai Koordinator pada Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung (Kejagung).

Tak butuh Waktu lama, Febrie Adriansyah diangkat menjadi Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Yogyakarta pada 2017 dan di tahun yang sama dirotasi ke Kejati DKI Jakarta, sebagai Wakajati.

Pada tahun 2018, Febrie diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Nusa Tenggara Timur (NTT) dan setahun kemudian diangkat sebagai Direktur Penyidikan (Dirdik) Tindak Pidana Korupsi pada Jampidsus Kejagung.

Sejumlah kasus megakorups yang merugikan keuangan negara Triliunan Rupiah berhasil dibongkar. Tiga di antaranya adalah kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya dengan kerugian negara mencapai Rp 16,8 triliun,

kasus korupsi PT Asabri kerugiannya tercatat Rp 22,78 triliun, dan korupsi fasilitas kredit PT Bank Tabungan Negara (BTN) yang merugikan negara Rp 279,6 miliar.

BACA JUGA:Ini Profil Dr Amir Yanto Kepala Badan Pemulihan Aset Kejaksaan

Sukses membongkar kasus megakorupsi, Febrie akhirnya mendapat promosi dengan menjadi Kajati DKI Jakarta pada Juli 2021. Baru menjabat sebagai Kajati Jakarta selama lima bulan, Febrie dipromosikan menjadi Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus) pada 6 Januari 2022.

Kasus megakorupsi dengan nilai kerugian ratusan triliun kembali berhasil ia bongkar. Diantaranya, kasus Korupsi Bakti Kominfo penyediaan base transceiver station (BTS) 4G di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Kasus ini bahkan menyeret mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johhy G Plate dan anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi.

Terbaru, Febrie memimpin penyelidikan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Dalam kasus ini, nilai kerusakan lingkungan ditaksir mencapai Rp 271 triliun. (*)

Kategori :