Selamat Jalan Maestro, Cendhol Dawetmu Menguras Keringatku
Saya penikmat Didi Kempot tiap pagi. Bukan memutarnya di rumah. Tapi, di lapangan saat senam. Lagu Pamer Bojo-nya menjadi lagu wajib menu Senam Dahlan Iskan, sejak lagu itu meledak. Liriknya yang sangat "kuping-friendly" sangat digemari masyarakat. Jika sudah memasuki lagu ini, Arek Suroboyo yang sedang menikmati jalan kaki di Car Free Day Raya Darmo Surabaya juga banyak yang ikut gabung, minimal joget. Saya sendiri menikmatinya di dua bagian. Intronya yang rancak dipakai untuk memulai senam dengan gerakan membebek. Lucu. Kedua, ketika memasuki "Cendol Dawet". Saya antusias menantinya karena gerakannya paling menguras keringat. Lompat kiri, lompat kanan dengan gerakan tangan seperti menggendong bayi. Kini Lord Didi telah menemui Lord Besarnya, Alloh SWT. Maestro campursari yang dijuluki fansnya sebagai God Father of Broken Heart ini, meninggalkan begitu banyak kenangan baik. Konser Amal Coronanya mengumpulkan Rp 7,3 Miliar. Ramadan ini, menurut Gus Karim, sahabatnya, dia lebih dekat kepada agama: ingin umroh dan duet salawatan Bahasa Jawa bersama Habib Syech yang juga tinggal di Solo. Didi, engkau memberi pelajaran sekali lagi kepada kami. Bahwa hidup-mati sudah ada catatannya, sudah ada gilirannya. Bisa melalui sakit, bisa melalui musibah, atau tiba-tiba seperti engkau. Kullu nafsin dzaiqotul maut, semua yang bernyawa akan mengalami mati. Yang jelas, karyamu sudah menjadi masterpiece untuk hidupmu. Semoga menjadi bekalmu menghadap-Nya. Kini, giliran kita yang harus bergegas mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya. Sebab, kita tidak pernah dapat bocoran kapan mendapat gilirannya. Paling aman menabung bekal sebanyak-banyaknya. Dan, sebaik-baik bekal adalah takwa (watazawwadu fainna khoiroz zadid taqwa --QS Al Baqarah 197). Ramadan ini momen terbaik untuk meraihnya. La'allakum tattaquun. Insya Alloh. 5 Mei 2020, ba'da Asyar Oleh: Ali Murtadlo* Presented by: Kabar Gembira Indonesia (KGI)
Sumber: