Bijak Menggunakan Media Sosial
Antony, seorang psikolog dari Lembaga Psikologi Dr. Soetomo--
SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID -Akhir Agustus 2025 menjadi babak kelam bagi Kota Surabaya. Peristiwa perusakan, penjarahan, dan pembakaran fasilitas publik menyisakan luka mendalam, tidak hanya pada infrastruktur, tetapi juga pada psikis warga.
Antony, seorang psikolog dari Lembaga Psikologi Dr. Soetomo, menyoroti dampak psikologis yang dialami masyarakat. Trauma yang dirasakan warga kini menjadi tantangan besar, membangkitkan ingatan pahit akan peristiwa serupa pada 1998.

Mini Kidi--
Menurutnya, kerusuhan massal dapat menimbulkan trauma kolektif yang sulit dihilangkan. Rasa takut, cemas, dan ketidakpercayaan terhadap lingkungan sekitar menjadi dampak yang paling nyata.
Hal ini diperparah dengan mudahnya akses foto dan video kerusuhan di media sosial, yang secara tidak langsung kembali memicu memori traumatis.
"Ada banyak variabel yang harus diperhatikan oleh semua pihak, baik itu pejabat negara, pemerintah daerah, DPR, maupun pemangku kepentingan lainnya," ujar Antony kepada Memorandum.
BACA JUGA:Eksekusi Rumah di Jalan Dr Soetomo, Massa Siap Hadang
Ia menekankan bahwa isu sensitif seperti kenaikan pajak, PHK massal, atau investasi harus dikelola dengan hati-hati.
"Komunikasi yang buruk bisa menjadi pemicu kemarahan massa, terutama di tengah masyarakat yang sedang mengalami keterpurukan," lanjutnya.
Antony menjelaskan, massa memiliki sifat psikologis yang unik. Mengutip psikolog sosial Mennicke, massa terbagi menjadi dua jenis, yakni massa abstrak yang terbentuk dari kesamaan minat, serta massa konkret yang memiliki ikatan batin dan norma jelas.
Lebih lanjut, ia mengutip teori Gustave Le Bon tentang sifat psikologis massa. "Seseorang yang tergabung dalam massa cenderung melakukan sesuatu yang tidak akan dilakukannya jika sendiri. Sebab, massa bersifat impulsif, mudah tersinggung, dan kurang rasional," kata Antony.
BACA JUGA:Cetak Lulusan Siap Tempur di Dunia Kerja, Unitomo Resmikan Mini Food Fisheries Technopark
Dalam massa terdapat hukum law mental unity, di mana massa menjadi kesatuan pikiran dan jiwa. Berdasarkan ini, Antony menegaskan pentingnya peran semua pihak untuk mencegah kerusuhan di masa depan.
"Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, mulai dari mengidentifikasi isu sensitif, menganalisis dinamika kelompok, mengembangkan strategi komunikasi, hingga membangun kepercayaan," paparnya.
Ia menambahkan, media sosial memiliki dua sisi. Positifnya, kecepatan penyebaran informasi dan dokumentasi kejadian. Negatifnya, penyebaran informasi palsu dan penghasutan yang dapat memperbesar skala kerusuhan.
BACA JUGA:Peluang Emas Kuliah Gratis: Unitomo Buka Program KIP Kuliah dengan Biaya Hidup Ditanggung Penuh
"Penting bagi kita semua untuk bijak menggunakan media sosial. Masyarakat harus selalu memverifikasi informasi sebelum membagikannya. Jangan mudah terpancing oleh isu yang beredar, baik di dunia maya maupun di lapangan," tegasnya.
Antony berharap, pemahaman tentang psikologi massa dapat disosialisasikan secara berulang oleh berbagai pihak, mulai dari tokoh masyarakat, organisasi, hingga pemerintah.
"Dengan mengedepankan kemanusiaan, keadilan, toleransi, dan gotong royong, diharapkan Surabaya bisa kembali pulih dan bangkit dari trauma kolektif," pungkasnya.
Sumber:

