umrah expo

Pedagang DTC Surabaya Mengeluh Sepi Pembeli, Kalah Bersaing dengan Online Shop

Pedagang DTC Surabaya Mengeluh Sepi Pembeli, Kalah Bersaing dengan Online Shop

Stan-stan di DTC banyak yang tutup karena sepi pembeli. -Oskario Udayana-

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Pedagang Darmo Trade Center (DTC) Surabaya, mengeluh sepi pengunjung maupun pembeli. Banyak stan-stan di mal tersebut tutup dikarenakan bangkrut dan kalah bersaing dengan online shop. 

BACA JUGA:Pedagang Daging Sapi DTC Wonokromo Mengeluh Penjualan Menurun Akibat Isu PMK 

Salah satu pedagang yang mengeluh adalah inisial FM. Perempuan paruh baya itu, mengaku banyak stan yang sepi karena pedagang bangkrut dan tidak kuat bayar stan.


Mini Kidi-- 

"Banyak stan yang tutup, pedagang tidak kuat bayar stan dan dijual. Yang ramai ya di lantai tiga pedagang baju," ungkap FM kepada memorandum.co.id, Minggu 27 Juli 2025.

Menurut ibu tiga anak tersebut mengaku, sepinya DTC karena banyak pembeli yang membeli kebutuhan di online shop.

"Kalah bersaing dengan penjual online di TikTok," tutur FM.

BACA JUGA:Toko Pakaian di DTC Terbakar, Begini Kondisinya 

Kondisi seperti ini, kata FM, sejak pandemi Covid-19 di Surabaya. Sebelumnya DTC merupakan favorit bagi pembeli. Apa saja tinggal pilih. Namun, tidak dirasakan lagi oleh pedagang.

FM sebelum Covid-19 melanda Surabaya, dari keuntungan dagang baju bisa meraup Rp 2-3 juta per hari. Namun sekarang bawa uang Rp 50 ribu untung-untungan.

"Kadang tidak bawa sama sekali," keluh FM yang tinggal di Gresik ini.

BACA JUGA:Darmo Trade Center Masih Ramai Dikunjungi Pecinta Game Jadul 

FM berdagang baju sejak 2018. Dia menyewa dua stan seharga Rp 30 juta per tahun dan belum termasuk biaya listrik. "Saya bayar listrik Rp 200 ribu per bulan," imbuh dia.

FM berharap DTC ramai seperti dulu. Sebelumnya, pedagang sempat komplain ke manajemen DTC, namun kini takut di keluarkan atau tidak berdagang lagi.

"Sepi atau tidak, mau tidak mau pedagang harus menerima. Kalau tidak mau ya tidak usah dagang di sini," beber FM. 

Di lokasi yang sama dirasakan oleh VT, pedagang baju di DTC. Sepinya pembeli disebabkan kalah dengan online shop. Kondisi ini tidak hanya dirasakan pedagang di DTC, melainkan juga di mal lainnya.

"Pembeli beralih ke online shop," ungkap VT. 

BACA JUGA:Berburu Baju Lebaran di Darmo Trade Center 

Perempuan itu mengaku, ingin mengembangkan bisnisnya dengan menjual melalui online shop dengan bekerja sama dengan jasa ekspedisi.  Namun permintaan dari ekspedisi harus setiap hari pengiriman dagangan.

"Jika bekerja sama dengan jasa ekspedisi, harus ada pengiriman setiap harinya, biayanya gratis. Jika tidak ada maka saya dikomplain sama jasa pengiriman, itulah kendalanya," tandas VT. 

Sedangkan Santi (45), pedagang kerudung, menilai keberadaan e-commerce sangat menjatuhkan harga pedagang toko offline. Tak jarang, para pembeli yang kerap membandingkan harga kerudung di tokonya dengan toko online. 

“Sering banyak yang membandingkan barang di sini lebih mahal daripada online. Misalnya, kita jual harga Rp 60.000 ditawarnya sampai Rp 32.000, kita jual Rp 25.000 dimintanya harga Rp 15.000,” keluhnya.

Santi tidak mengharapkan apa-apa. Dia berujar ada penurunan omzet yang cukup drastis.

“Pembeli turun sekitar 50 persen, omzet menurun lebih dari 50 persen dari tahun sebelumnya. Rasanya enggak kayak Lebaran,” ujarnya.

Meskipun begitu, harga sewa stan yang dibayarkan tetap tidak berubah. Setiap bulannya, ia harus mengeluarkan sebesar Rp 3,3 juta, walaupun kondisi penjualan semakin miris. Hal tersebut mengakibatkan banyak toko memutuskan untuk gulung tikar.

 “Misalnya, toko baju second yang di sana, awalnya dia punya lima toko, tapi sekarang habis hanya tinggal satu. Ada juga toko lain yang rencananya mau tutup. Banyak pedagang yang mengeluh,” imbuhnya. (rio)

Sumber:

Berita Terkait