Proyek Pengurai Macet Bundaran Dolog Terancam Molor, Ahli Tata Kota ITS: Opsi Status PSN untuk Kepastian
Ir Putu Rudy Setiawan MSc.-Arif Alfiansyah-
SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Proyek strategis pengurai kemacetan di Bundaran Dolog atau Taman Pelangi, diperkirakan akan molor dari target penyelesaian.
Rencana pembangunan yang dijadwalkan dimulai pada pertengahan tahun 2025 kini menghadapi kendala serius. Hingga Juni 2025, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya masih terkendala pembebasan 7 dari 29 total persil lahan akibat gugatan antarwarga dan sengketa waris.

Mini Kidi--
Kondisi ini menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk pakar Perencanaan dan Tata Ruang Wilayah Kota dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Ir Putu Rudy Setiawan MSc.
Menurutnya, proyek yang bertujuan vital untuk meningkatkan aksesibilitas ekonomi dan mengurai kemacetan dari arah Sidoarjo ini menghadapi tantangan birokrasi yang rumit.
BACA JUGA:Sepuluh KK di Bundaran Taman Pelangi Menunggu Putusan MA Terkait Ganti Rugi Lahan Underpass
"Tujuan proyek ini sangat krusial, terutama untuk mengatasi kemacetan parah di perlintasan sebidang yang selalu menjadi titik biang macet pada jam-jam sibuk," ujar Putu Rudy, Jumat 13 Juni 2025.
Proyek ini merupakan kolaborasi antara Pemkot Surabaya yang bertanggung jawab atas pembebasan lahan dan infrastruktur pendukung melalui APBD, dengan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang akan mendanai konstruksi utama.
BACA JUGA:Komisi C Minta Pemkot Jangan Tunda Pembangunan Underpass Bundaran Dolog
Rudy menyoroti kerumitan yang sering terjadi dalam proyek yang melibatkan dua level pemerintahan.
"Ini rumit karena melibatkan dua pihak, satu penyandang dana (pemerintah pusat) dan satu lagi pemilik wilayah (Pemkot Surabaya). Kesiapan tidak cukup hanya dari pemerintah kota, tapi juga dari pusat yang memiliki banyak program yang seringkali tidak terduga," jelasnya.
BACA JUGA:Rp 81 Miliar Dianggarkan untuk Bebaskan Lahan Proyek Underpass Bundaran Dolog
Ia membandingkan situasi ini dengan proyek Light Rail Transit (LRT) Surabaya yang tertunda.
"Dulu Pemkot Surabaya sudah berusaha menyiapkan infrastruktur pendukung seperti Park and Ride di Mayjen Sungkono. Namun, ketika anggaran dari pusat tidak kunjung pasti, proyek itu tertunda hingga pergantian kepala pemerintahan, yang berisiko mengubah kebijakan," kenang Rudy.
BACA JUGA:Rencana Pembangunan Bypass, Kampung Bundaran Dolog akan Direlokasi
Ketidakpastian dan efisiensi anggaran di tingkat pusat, menurut Rudy, menjadi faktor dinamis yang sulit diprediksi.
"Saya belum melihat sejauh mana kepastian anggaran untuk proyek Bundaran Taman Pelangi ini akan dikucurkan, apakah tahun ini atau tahun depan. Ini adalah fakta yang dihadapi banyak pemerintah daerah yang bergantung pada dana pusat," tambahnya.
Untuk mengatasi ketidakpastian ini, Rudy menyarankan agar Pemkot Surabaya mengupayakan perubahan status proyek menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).
BACA JUGA:Usai Kemacetan di Bundaran Taman Pelangi, Rencana Bangun Underpass
"Jika statusnya menjadi PSN, linimasa dan pembagian tugas akan menjadi jauh lebih jelas dan terjamin. Skemanya bisa diubah untuk melibatkan pihak ketiga, termasuk swasta, dengan penawaran insentif tertentu sehingga proyek dapat berjalan tepat waktu," tegasnya.
Polemik lain yang mengemuka adalah keputusan Pemkot Surabaya untuk membangun flyover atau alan layang ketimbang underpass atau alan bawah tanah. Menanggapi hal ini, Rudy menjelaskan bahwa secara teknis, kedua opsi tersebut layak untuk direalisasikan di Bundaran Taman Pelangi.
Namun, dari segi biaya dan kompleksitas, pilihan menjadi berbeda. "Secara biaya, flyover jauh lebih efisien. Proyek di bawah tanah bukan hanya soal kesulitan konstruksi yang tak terlihat, tetapi juga karena di bawah sana sudah banyak infrastruktur vital," paparnya.
BACA JUGA:Pembangunan Fisik Underpass Bundaran Taman Pelangi Baru Bisa Dikerjakan Tahun Depan
Ia merinci bahwa di area tersebut terdapat jaringan pipa transmisi utama gas dan air bersih.
"Memindahkan pipa transmisi utama bukan pekerjaan satu dua hari, bisa memakan waktu berbulan-bulan. Biaya pemindahan dan opportunity cost selama proses itu luar biasa besar karena area layanannya bisa mencakup seluruh Surabaya. Inilah yang membuat konstruksi underpass menjadi jauh lebih mahal," paparnya.
BACA JUGA:DPRD Surabaya Minta Pemprov Ikut Bantu Danai Underpass Bundaran Dolog
Dengan demikian, keputusan akhir pembangunan akan menjadi kompromi dari berbagai aspek, mulai dari teknis, sosial, lingkungan, hingga politis.
BACA JUGA:Warga Kampung Bundaran Dolog Tunggu Keseriusan Pemkot Surabaya Soal Pembebasan Lahan dan Relokasi
"Ini yang pada akhirnya akan menentukan wajah baru salah satu gerbang utama Kota Surabaya tersebut," pungkas Rudy. (alf)
Sumber:



