umrah expo

Gara-Gara Warisan: Ketika Harta Hancurkan Keluarga (1)

Gara-Gara Warisan: Ketika Harta Hancurkan Keluarga (1)

-Ilustrasi-

RUMAH itu dulunya penuh tawa. Tempat segala perayaan keluarga, dari ulang tahun cucu pertama hingga perayaan hari raya dengan gelak tawa anak-anak berlarian di halaman. Namun kini, hanya suara angin yang menyapu daun-daun kering yang terdengar. Rumah tua peninggalan orang tua Bintang kini menjadi sumber sengketa.

Bintang duduk di teras rumah dengan wajah gelisah. Di tangannya ada map cokelat berisi salinan sertifikat rumah dan surat wasiat dari almarhum ayahnya. Sejak kedua orang tuanya meninggal, hubungan Bintang dengan saudara-saudaranya, terutama kakaknya, semakin renggang. Semua bermula dari warisan.


Mini Kidi--

“Ayah jelas menuliskan rumah ini untuk aku,” kata Bintang suatu malam ketika mengundang seluruh saudara untuk duduk bersama membahas pembagian.

“Rumah ini memang atas nama Ayah, tapi bukankah kita semua punya kenangan di sini? Kenapa harus kamu yang menguasai semua?” sanggah kakaknya, Doni, dengan nada tinggi.

Bulan, yang ikut menyaksikan pertemuan itu, hanya bisa menghela napas panjang. Ia tahu ini akan menjadi rumit. Bukan karena sertifikat, tapi karena luka lama dan rasa iri yang selama ini tersimpan diam-diam.

“Aku nggak keberatan kalau kita jual rumahnya dan bagi rata hasilnya. Tapi Ayah menulis jelas di surat wasiat kalau rumah ini untukku dan tanah belakang untuk Doni. Bukankah harusnya kita menghormati itu?” Bintang mencoba menahan amarahnya.

Doni berdiri dengan muka merah padam. “Surat itu tidak dilegalisir. Bisa saja kamu yang buat!”

Perdebatan semakin panas. Adik mereka yang bungsu, Lila, hanya diam di pojok ruangan sambil mengelus perutnya yang sedang mengandung. “Kalian ini… Ayah dan Ibu pasti sedih lihat kita kayak gini dari atas sana.”

Malam itu tak berakhir damai. Doni pulang dengan menggedor pintu dan ancaman akan membawa masalah ini ke jalur hukum. Bintang terpukul. Ia merasa dihianati oleh saudara kandungnya sendiri, padahal niatnya hanya ingin menjaga rumah kenangan itu.

Beberapa hari kemudian, surat somasi pun datang. Doni menggugat. Rumah itu kini menjadi kasus di pengadilan.

Bulan mendekati suaminya saat mereka duduk di ruang tengah.

“Mas… apa semua ini sepadan dengan kehilangan saudara kandung?” tanyanya pelan.

Bintang terdiam. Matanya sayu. “Aku cuma mau jaga amanah Ayah, Bul. Rumah ini… tempat kita tumbuh, tempat Ibu terakhir menghembuskan napas. Masa iya kita biarkan semuanya hilang begitu saja?”

Sumber: