Pemerhati Pendidikan: Sistem Zonasi Berdampak Negatif pada Siswa Bermotivasi Tinggi

Pemerhati Pendidikan: Sistem Zonasi Berdampak Negatif pada Siswa Bermotivasi Tinggi

Pemerhati Pendidikan M Isa Anshori.--

SURABAYA, MEMORANDUM - Penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masih menuai pro dan kontra. Salah satu kekhawatiran utama adalah dampaknya terhadap motivasi belajar siswa, terutama bagi mereka yang memiliki motivasi tinggi namun terhalang oleh jarak tempat tinggal dan sekolah.

Menurut M Isa Anshori, seorang pemerhati pendidikan, sistem zonasi yang diterapkan saat ini belum ideal. Beliau berpendapat bahwa sistem ini tidak hanya mempertimbangkan jarak rumah dan sekolah, tetapi juga kualitas siswa yang dapat mengakses sekolah tersebut.

Hal ini dikhawatirkan dapat memicu demotivasi bagi siswa bermotivasi tinggi yang tinggal jauh dari sekolah favorit atau yang dianggap lebih baik. Keinginan mereka untuk mendapatkan pendidikan berkualitas terhambat oleh sistem zonasi, sehingga memicu rasa tidak adil dan menurunkan semangat belajar.

"Nah yang sekarang ini, sistim zonasi justru membuat siswa yang dekat dengan sekolah mendapatkan privilege, kehilangan motivasi, sementara mereka yang baik, motivasi belajarnya tinggi, karena jauh dari sekolah, menjadi terdemotivasi, " kata Isa Anshori kepada Memorandum, Senin 22 April 2024.

BACA JUGA:PPDB SMPN Surabaya 2024, Ada Penyesuaian Daya Tampung Jalur Zonasi

Menurut Isa Anshori, sistem zonasi saat ini belum efektif dalam mencapai tujuannya untuk pemerataan akses dan mutu pendidikan.

"Menurut saya ide awal zonasi adalah untuk pemerataan akses pendidikan dan mutu. Hal ini dilakukan berkaca dari negara negara maju, namun sayangnya ide baik ini tidak disertai dengan penataan infrastruktur yang memadai, sehingga harapan pemerataan akses tidak terjadi, dan bahkan cenderung menurunkan mutu sekolah sekolah yang sudah dianggap selama ini, " paparnya.

Namun, dalam praktiknya, sistem zonasi masih memiliki beberapa kekurangan. Salah satunya adalah seperti yang dikhawatirkan Isa Anshori, yaitu keterbatasan infrastruktur di beberapa sekolah. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan kualitas antara sekolah di satu zona dengan zona lainnya.

"Harapan masyarakat tentang penghapusan zonasi diakibatkan karena ketidak siapan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur adalah sesuatu yang baik tapi harapan ini kalau tidak disertai dengan penataan, justru akan menciptakan sekolah sekolah elit yang hanya bisa diakses oleh kelompok tertentu, " tegasnya.

BACA JUGA:Jelang PPDB 2024, Komisi D DPRD Surabaya Minta Dispendik Terapkan Zonasi Proporsional Agar Berkeadilan

Oleh karena itu, diperlukan solusi yang tepat untuk mengatasi kekurangan tersebut dan memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

"Menurut saya harapan baik tentang pemerataan akses dan pemerataan mutu serta mengatasi ketidak siapan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur yang merata, sebetulnya bisa dilakukan dengan memahami pengertian zonasi yang sebenarnya, bukan hanya sekadar jarak sekolah dengan rumah, tapi juga kualitas mereka yang bisa mengakses sekolah," ujarnya.

Sehingga lanjutnya, setiap siswa yang berada dalam zona yang diberlakukan oleh sekolah diperlakukan sama dan seleksi masuk dikembalikan dengan tetap mengacu kepada pertimbangan akademis berupa nilai dan pertimbangan lain yang dianggap menunjang, misalkan karakter dan prestasi non akademis.

"Dengan cara begitu kita akan dapat filosofi pendidikan yang sebenarnya, membuat anak termotivasi dan bersikap berpendidikan, " pungkasnya.(alf)

Sumber: