Jelang Lebaran Pengemis Meningkat, Sosiolog UWKS: Fenomena Tahunan dan Terorganisir

Jelang Lebaran Pengemis Meningkat, Sosiolog UWKS: Fenomena Tahunan dan Terorganisir

Sosiolog Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Dr Umar Sholahudin.-Alif Bintang-

SURABAYA, MEMORANDUM - Menjelang Lebaran, jumlah pengemis di Kota Surabaya meningkat. Diduga kuat fenomena tahunan ini terorganisir.

BACA JUGA:Rakor Kesiapan Operasi Ketupat Semeru 2024, Ditlantas Polda Jatim Berikan Pelayanan Terbaik Mudik Lebaran 

Para pengemis tersebut ada yang mengerahkan dan ada pula yang berangkat dengan kemauan sendiri. Hal ini seperti yang disampaikan oleh sosiolog Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS), Dr Umar Sholahudin.

BACA JUGA:Pemkot Surabaya Sediakan Hampers Lebaran di SKG dengan Harga Terjangkau 

"Maraknya pengemis di Surabaya jelang Lebaran merupakan fenomena tahunan. Tiap tahun terus ada dan berkembang. Kota-kota besar seperti Surabaya masih menjadi jujugan para pengemis musiman ini," katanya, Rabu, 27 Maret 2024.

BACA JUGA:Disparta Kota Batu Gelar Festival Patrol & Launching ‘Ayo Libur Lebaran’  

Umar mencermati, ada sebagian pengemis yang berangkat dari keinginannya sendiri lalu datang di Surabaya bersama kelompok kecilnya. Namun Umar juga menduga, sebagian dari mereka dikerahkan secara berkelompok besar dengan cukup terorganisir oleh seseorang.

BACA JUGA:Antisipasi Penduduk Fiktif Pasca-Lebaran, Dispendukcapil Surabaya Gencarkan Pengawasan Bersama RT-RW 

"Ada seseorang yang memanfaatkan momen jelang Lebaran dengan memanfaatkan para pengemis untuk mendapatkan keuntungan materi. Modusnya mencari simpati dan empati orang atau sedekah orang-orang kaya atau yang berpunya," terang Umar.

Diyakini, sebagian besar para pengemis musiman tersebut berasal dari luar Surabaya. Sebab apabila dari luar Surabaya, maka sangat mungkin ada yang mengkoornidir.

"Kalau konteksnya seperti ini, maka dugaan saya ada bagi hasil antara pengemis itu sendiri dengan penyalurnya. Bagi mereka, momen Lebaran ada harapan akan mendapat keuntungan berlimpah," tandasnya.

Sudah dipastikan, faktor kemiskinan menjadi penyebab utama mengapa pengemis masih merajalela. Umar menyebut, terdapat daya tolak dari desa dan ada daya tarik dari kota. Di desa, para pengemis ini tak punya pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Sedangkan daya tariknya kota banyak gulanya, karena itu wajar para semut datang ke kota. Kondisi ini tentu sangat disayangkan dan ini menunjukkan kegagalan pembangunan yg mensejahterakan di desa. Pembangunan desa belum mampu memberikan lapangan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi warganya," jelas dia.

Guna menanggulangi sekaligus mengentaskan masalah ini, menurutnya pemerintah perlu melakukan beragam upaya. Salah satunya membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya melalui proyek pembangunan desa yang inklusif.

Dengan begitu, masyarakat yang tak memiliki pekerjaan bisa digapai. Mereka tak sampai mengemis.

"Pemerintah desa juga perlu memanah ADD (alokasi dana desa) yang setiap tahun angkanya sangat besar. Ninimal per desa mendapat Rp 1 miliar. Jika ADD ini bisa dikelola dengan baik oleh desa, maka akan memberikan kesejahteraan bagi warganya. Dan warganya tak bedol desa pergi ke kota cari sesuap nasi," jelas Umar.

Tidak hanya itu, Umar menilai juga perlu menginisiasi program pemberdayaan ekonomi dari pemerintah secara terprogram dan berkelanjutan kepada masyarakat tersebut.

Yakni, melalui program "kasih kail, jangan kasih ikan". Menurutnya, program pembedayaan ini diharapkan dapat mewujudkan kemandirian warga miskin, termasuk kemandirian ekonomi.

"Dengan begitu, saya yakin tak ada warga miskin yang migrasi atau urbanisasi ke kota," pungkasnya. (*)

Sumber: