Mahasiswa Unair Dorong Perampasan Aset Koruptor Tanpa Lalui Tuntutan Pidana

Mahasiswa Unair Dorong Perampasan Aset Koruptor Tanpa Lalui Tuntutan Pidana

Shri Hardjuno Wiwoho memberikan pemaparan. --

SURABAYA, MEMORANDUM-Mahasiswa S3 Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair), Shri Hardjuno Wiwoho, mendorong reformasi hukum berkaitan dengan kejahatan yang merugikan keuangan negara.

Menurutnya, saat ini penegakan hukum terhadap kejahatan yang merugikan keuangan negara di Indonesia terus menghadapi tantangan yang signifikan. 

BACA JUGA:Polisi Edukasi Pelajar Hindari Gangster dan Kenakalan Remaja

Salah satu hambatan utamanya adalah aparat penegak hukum kesulitan dalam mengidentifikasi jejak dan asal-usul hasil kejahatan, khususnya terkait aset.

BACA JUGA:Divonis 20 Tahun Penjara, Kurir 125 Kg Karnopen Menganti Lolos Hukuman Mati

"Oleh sebab itu, diperlukan upaya reformasi hukum yang difokuskan pada pengambilalihan aset tanpa harus melibatkan proses tuntutan pidana yang rumit," kata Hardjuno, Selasa, 26 Maret 2024.

Berangkat dari sini, Hardjuno merilis sebuah hasil penelitian dengan judul Prinsip Kepastian Hukum pada Akselerasi Reformasi Hukum terhadap Perampasan Aset Tanpa Tuntutan Pidana (Non- Conviction Based Asset Forfeiture).

"Saya berharap, pendekatan ini dapat menjadi alat yang efektif dalam menyelamatkan aset negara dengan lebih efisien, sambil tetap menjaga prinsip kepastian hukum," katanya saat memaparkan hasil risetnya.

Hardjuno yang didampingi penasehat akademiknya, Prof Dr Mas Rahmah SH MH LLM, menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia telah merumuskan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP) sejak tahun 2012.

Bahkan naskah akademik sebagai dasar pembentukan RUU tersebut telah disusun oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).

Kendati telah dimasukkan dalam program Legislasi Nasional tahun 2015-2019, namun hingga kini belum mengalami pembahasan oleh DPR.

"Padahal Presiden Joko Widodo telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) tertanggal 4 Mei 2023 kepada DPR RI yang meminta agar lembaga legislatif segera memprioritaskan pembahasan RUU tersebut," terang Hardjuno. 

Hardjuno mengungkapkan, berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa jumlah laporan yang diterima PPATK terus meningkat jumlahnya.

"Oleh karena itu, penanggulangan Tipikor memerlukan pendekatan yang extraordinary (luar biasa). Apalagi, kerugian negara akibat Tipikor dan pencucian uang ini sangat besar," tandasnya.

Sumber: