Makam Ki Ageng Pengging Di-cagarbudaya-kan
Bangunan cagar budaya akan semakin banyak di Kota Pahlawan, Surabaya. Kali ini Makam Ki Ageng Pengging di Jalan Ngagel 87 akan ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Makam Ki Ageng Pengging itu sendiri kompleks pemakaman yang memiliki luas sekitar 20x20 meter. Oleh: M. Syaifuddin Karena berada di jalan raya, tidak heran Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang lewat di sana tergelitik hatinya terkait makam tersebut. Tidak heran Wali Kota Risma minta jajarannya untuk menelusuri makam tersebut. Camat Wonokromo, Tomi Ardianto menyampaikan, awalnya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini beberapa kali melewati Jalan Ngagel dan melihat adanya kompleks pemakaman. Kemudian, pihaknya mendapat instruksi untuk melakukan survei dan mencari informasi ke lokasi tersebut. “Setelah kita survei bersama Ibu Lurah Ngagel dan bertemu dengan juru kunci makam, ternyata ada Makam Ki Ageng Pengging di situ,” kata Tomi. Di samping itu, kata Tomi, di kompleks pemakaman tersebut juga terdapat 27 makam lain. Jika ditotal, ada 28 makam, 16 sudah tercatat dan 12 belum. Makam tersebut, diduga masih ada keturunan atau hubungan dengan Prabu Brawijaya V dan para pengawal Kerajaan Majapahit. “Kondisinya waktu kita survei, pohonnya masih rimbun dan banyak dedaunan. Akhirnya kita kerja bakti bersama,” ungkapnya. Untuk langkah selanjutnya, Pemkot Surabaya kemudian menggadakan rapat pertemuan dengan ahli waris atau pemilik persil bersama pakar sejarah. Dari hasil pertemuan itu, Tomi menyebut, pihak keluarga atau ahli waris, menyambut baik rencana pemkot menjadikan kompleks pemakaman itu sebagai cagar budaya. Bahkan, ahli waris juga siap menghibahkan persil tersebut kepada Pemkot Surabaya. “Pihak keluarga menyambut baik dan bersedia menghibahkan. Mereka juga menyetujui jika kompleks makam itu dijadikan cagar budaya. Ini sudah proses berjalan renovasi, jadi beberapa mulai diperbaiki, seperti atap dan akses jalan,” jelasnya. Sedangkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya Antiek Sugiharti mengatakan, untuk langkah awal, kompleks pemakaman tersebut bakal ditetapkan dahulu sebagai cagar budaya. Pihaknya mengaku sudah bertemu dan berkoordinasi dengan ahli waris atau pemilik persil. "Baru mau kita proses ke cagar budaya. Kami baru ketemu ahli warisnya, dan mereka setuju akan hal itu," kata Antiek, Minggu (26/1). Pihaknya sekarang ini membutuhkan berkas-berkas sebagai pendukung sehingga terus berkoordinasi dengan ahli waris dan pakar sejarah. “Kalau dihibahkan kan kita butuh berkas-berkas pendukung untuk kemudian kita jadikan cagar budaya. Kita komunikasikan terus dengan pihak ahli waris,” ujarnya. Setidaknya ada 16 makam yang sudah tercatat di dalam kompleks pemakaman tersebut. Yakni, Ki Ageng Pengging, Mbah Endang, Mbah Wali Peking, Mbah Aji Rogo, Mbah Wongso, Mbah Prabu, Mbah Purbo, Mbah Suryo Kuninga, Mbah Boyo, Mbah Ronggo, Mbah Moh. Kojin, Mbah Saleh, Mbah Ibrahim, Mbah Sapu Jagat, Mbah Sigit, dan Mbah Kafal Buntung. Sedangkan 12 makam lainnya, masih belum diketahui sejarahnya. Untuk mendukung rencana tersebut, masih lanjut dia, pihaknya merenovasi pada kompleks makam. Setidaknya ada 28 makam yang ada di dalam kompleks pemakaman yang memiliki luas sekitar 20x20 meter tersebut. Sedangkan juru kunci kompleks pemakaman tersebut, Mashuri mengatakan dalam sejarah makam, nama-nama yang tertulis di batu nisan adalah nama kiasan. Jika dalam istilah jawa pewayangan, disebut samar. "Pengging adalah wilayah, nama sebenarnya Kebo Kenongo (ayah dari Joko Tingkir). Sedangkan nama-nama di luar punden, adalah orang-orang pelindung kerajaan atau disebut juga prajurit,” kata Mashuri. (rif/rif)
Sumber: