Amankah Penggunaan Kuteks pada Anak? Tips dan Perhatian untuk Si Kecil

Amankah Penggunaan Kuteks pada Anak? Tips dan Perhatian untuk Si Kecil

-Ilustrasi-

MEMORANDUM - Warna-warna kuteks atau cat kuku yang begitu cerah memang bisa menarik keinginan anak untuk mencobanya. Hal ini mungkin membuat Bunda bertanya-tanya, apakah aman jika anak menggunakan kuteks? Untuk mengetahui jawabannya, yuk simak artikel ini.

Menghabiskan quality time bersama anak perempuan untuk bersolek tentu bisa menjadi aktivitas yang menyenangkan ya, Bun. Bunda dan Si Kecil bisa berdandan bersama atau memakaikan kuteks pada kuku mungilnya.

BACA JUGA:The Alana Surabaya Gelar Table Manner for Kids, Etika Makan untuk Anak-Anak

Namun, seperti produk kecantikan lainnya, kebanyakan kuteks dibuat menggunakan bahan kimia yang belum tentu aman bagi Si Kecil.

Fakta Keamanan Penggunaan Kuteks pada Anak

Kuteks mengandung bahan kimia yang sebenarnya tergolong aman untuk digunakan di kuku, termasuk kuku anak. Akan tetapi, serpihan zat warna kuteks bisa saja tertelan saat anak memasukkan jarinya ke mulut. Hal inilah yang dapat membahayakan kesehatannya.

Hingga saat ini, belum ada penelitian yang secara khusus membahas bahaya penggunaan kuteks pada anak. Namun, kandungan zat kimia pada kuteks dapat menimbulkan dampak buruk jika masuk ke dalam tubuh.

Berikut ini adalah 4 bahan kimia utama yang umumnya terkandung pada kuteks:

1. Toluena

Toluena adalah senyawa kimia yang biasa terdapat pada produk pewangi, larutan pembersih, pengencer cat, dan produk rumah tangga lainnya. Paparan zat ini secara berlebihan telah terbukti dapat mengganggu fungsi hati, ginjal, sistem saraf, serta sistem pernapasan.

BACA JUGA:Ketahui Pengaruh Musik Terhadap Perkembangan Psikologis Anak

2. Triphenyl phosphate (TPHP)

Zat kimia yang umum digunakan sebagai bahan dasar plastik ini diketahui dapat mengganggu sistem kelenjar endokrin yang berperan besar dalam tumbuh kembang anak.

Selain itu, paparan TPHP dalam waktu yang relatif lama (≥3 bulan) juga diduga dapat menyebabkan gangguan penyerapan dan metabolisme gula dan lemak, yang akhirnya bisa meningkatkan kadar gula dan kolesterol. Hal ini juga akan meningkatkan risiko anak terkena berbagai macam penyakit kronis, termasuk diabetes.

Sumber: