ASI Ngadat, Terpaksa Mencuri di Laci Toko Ortu

ASI Ngadat, Terpaksa Mencuri di Laci Toko Ortu

Yuli Setyo Budi, Surabaya Pukul 15.00. Hujan baru saja reda. Saat hendak mengeluarkan motor, ban depan bocor. Takut terlambat ngantor, Memorandum memesan ojek online via aplikasi. Kejutan. Ternyata yang muncul seorang perempuan. Masih muda dan cantik. Yang lebih mengejutkan, di dadanya menggelayut seorang bocah kecil. Lucu. Dia meringkuk dalam gendongan. “Pak Yuli?” tanya perempuan tadi sambil menyodorkan helm. “Aku saja yang di depan,” kata Memorandum. “Nggak usah Pak. Jangan khawatir,” katanya. Sejenak kemudian motor mulai melaju. Tapi, tak lama setelah itu turun gerimis. Kami terus menerobos. Mendadak mak-bres, air bagai disemprotkan dari langit. Amat deras. Angin kencang. Motor terpaksa menepi. Kami masuk warung depan SMPN 59 di Jalan PDAM, Wiyung. Ternyata perempuan tadi lupa membawa jas hujan. Akhirnya kami jagongan menunggu hujan reda. Memorandum memesan secangkir kopi. Juga, segelas teh untuk dia. Kami pun terlibat obrolan. Perempuan sekitar 30-an itu mengaku terpaksa ngojek untuk menutupi kebutuhan. Suaminya tergeletak di rumah setelah kecelakaan. Kaki dan lengannya patah. “Yang ngojek sebenarnya suami. Aku hanya menggantikan,” kata perempuan tadi, sebut saja Amanah. Mendadak bocah dalam gendongan Amanah menangis. Mungkin dia terkejut oleh bunyi halilintar yang barusan menyambar dan memekakkan. “Wah, bakal bertahan lama hujan ini,” gerutu Amanah. “Putranya?” yanya Memorandum. “Ya Pak. Kalau ditinggal di rumah nanti malah merepotkan bapaknya. Biasanya dia diasuh om atau tantenya. Suami nggak bisa apa-apa. Mending kubawa,” lanjut Amanah. Menurut perempuan manis ini, kehidupan rumah tangganya tidak pernah adem ayem. Ada-ada saja kejadian yang menimpa. Sebelum suaminya, sebut saja Yudi, kecelakaan, anak mereka jatuh sakit. “Mungkin semua ini terjadi karena kami tidak patuh kepada orang tua,” kata Amanah. Dulu dia dan suaminya sama-sama bekerja di pabrik tanpa papan nama di kawasan Wiyung. Belum lama berkenalan, mereka berpacaran. Sayang, orang tua Amanah tidak setuju. Alasannya: Amanah harus cari suami yang bisa mengangkat derajat keluarga. Bukan sama-sama dari kalangan keluarga miskin. Kelas buruh. Amanah bergeming. Alasannya sederhana: sudah saling cinta. Kedua pihak sama-sama ngotot. Untuk memaksa orang tua menyetujui hubungannya vs Yudi, Amanah mempersilakan pemuda tersebut menghamilinya. Sukses! Demikian pula harapan Amanah, tercapai dengan gemilang. Keluarga bahkan mendesak Yudi secepatnya menikahi Amanah demi mengejar waktu. Jangan sampai pernikahan Amanah vs Yudi kedahuluan mbojol-nya janin dari perut Amanah. Rumah tangga pun terbina. Seiring bertambahnya waktu, kebutuhan mereka turut pula bertambah. Terutama sejak kelahiran si jabang bayi. Gaji Amanah dan Yudi yang masing-masing di bawah UMK sama sekali tidak mencukupi. Apalagi untuk membeli susu bayi. “Padahal, ASI-ku tidak selalu bisa keluar,” kata Amanah. Kebutuhan si bayi terpaksa harus dipenuhi dengan susu formula. Terpaksa Amanah harus ngriwuki orang tua. Celakanya, orang tuanya tak mau tahu. Mereka tidak sudi membantu sedikit pun. Yang disesalkan Amanah, orang tua sebenarnya berkecukupan. Tapi, mengapa mereka tutup mata terhadap kondisi ekonomi anaknya? Karena jengkel, Amanah menempuh jalan pintas: mencuri uang di laci kasir toko makanan burung dan unggas milik orang tua. (bersambung)  

Sumber: