Luhut dan Bahlil Penuhi Syarat Jadi Ketum Golkar
Surabaya, memorandum.co.id-Genderang Munaslub Partai Golkar terus saja menggelinding. Termasuk munculnya nama Luhut Binsar Pandjaitan (LHP) dan Bahlil Lahadalia yang dianggap siap maju menjadi calon Ketua Umum Partai Golkar memgantikan Erlangga Hartarto. Menyikapi hal itu, ketua DPD Partai Golkar Jawa Timur, Sarmuji mengaku keduanya (Luhut Binsar Pandjatian dan Bahlil Lahadalia) layak untuk menjadi pemimpin partai Golkar. Apakah beliau berdua mampu. Jawab Sarmuji bahwa beliau berdua mempunyai kapasitas sebagai ketua umum Partai Golkar. “Pak Luhut paten, Bahlil hebat,” kata Sarmuji disela sela kegiatan hapus tatto yang digelar Partai Golkar Jatim, Jumat (28/7/2023). Disampaikan Sarmuji, bahwa LHP beliau banyak memberikan solusi untuk bangsa. Sedangkan Bahlil hebat, anak muda yang berangkat dari bawah hingga menjadi pengusaha besar dan menteri. Apakah keduanya mampu memimpin Partai Golkar? “Mereka layak untuk menjadi pemimpin partai. Hanya untuk bisa menjadi Ketua Umum Partai Golkar ada mekanismenya. Yaitu melalui Munas atau munaslub,” tegas anggota DPR RI ini. Sementara Munaslub, Lanjut Sarmuji hanya bisa terjadi sesuai AD/ ART. “Jika atas permintaan dan atau sepersetujuan 2/3 DPD Partai Golkar Provinsi,” kata dia. Sebagai ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Timur ada dua hal mendasar bisa digelarnya munas atau munaalub. Yaitu partai dalam keadaan terancam atau terjadi kegentingan atau hal ihwal yang memaksa. “Berikutnya terjadi pelanggaran AD/ART atau pelanggaran terhadap munas,” urai Sarmuji. Sarmuji berharap LHP dan Bahlil bisa bersama sama ketum Erlangga Hartarto, maka Partai Golkar akan lebih besar di Pemilu 2024 nanti. Sebelumnya desakan agar Airlangga Hartarto (AH) mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar (PG) terus bergulir. Terakhir, AH diminta untuk mengundurkan diri sebagai menteri. Dia juga diminta untuk sementara meletakkan jabatannya sebagai Ketum PG dengan menunjuk Pelaksana Tugas (Plt). Harapannya, AH bisa lebih fokus untuk mengurusi partai. Apalagi elektabilitas PG saat ini lagi menurun dan AH sendiri sedang menghadapi masalah hukum. "Ketum AH sebagai Menteri adalah pembantunya Presiden. Sedang partai adalah pembantunya rakyat dan wajib dekat dengan rakyat. Maka, demi masa depan partai, Ketum AH harus melepaskan jabatan Menteri untuk konsentrasi penuh mengurus PG dalam waktu yang sangat singkat ini," kata Yusuf Husni, Penasihat Partai Golkar Jatim. Selanjutnya, AH diminta konsolidasi dengan seluruh kekuatan partai agar soliditas tetap terjaga. "Sapa rakyat dan perjuangkan berbagai masalahnya," ujar Yusuf. Sedang terkait masalah hukum yang kini sedang dihadapi, Yusuf menyarankan Ketum AH untuk sementara waktu non aktif dengan menunjuk Pelaksana Tugas (Plt). "Ini agar AH lebih konsentrasi menghadapi masalah hukum. Nanti bila sudah selesai dan tidak ada masalah, silakan kembali menjabat sebagai Ketua Umum," saran Yusuf Husni yang juga Ketua Umum PPK-K57. Yusuf juga mendesak agar AH segera laksanakan amanat munas dengan membentuk poros baru. Setelah itu, segera tentukan capres secepatnya agar ada kepastian sikap politik dari PG. "Jangan buat dungu politik kader partai di bawah, karena sampai saat ini jargon politik "Erlangga Presiden" masih terus dikumandangkan. Padahal, sudah sangat jelas jika peluang AH menjadi Presiden hanya tinggal mimpi buruk yang tidak mungkin terwujud," tegas Yusuf Husni. Yusuf Husni juga menjelaskan paradigma baru PG. Menurutnya, semua rakyat Indonesia supaya memahami hal ini, terutama kader Partai Golkar (PG). Dijelaskan, PG dengan paradigma baru didesain sebagai partai modern, mandiri, kuat, berakar, responsif, terbuka, dan toleran, yang dikelola secara demokratis. Bukan otoritarian yang dulu hanya sebagai alat mesin politik penguasa selaku pemilik saham terbesar. Sehingga, partai perannya hanya sebagai mesin pemilu untuk melegitimasi kekuasaan. Watak politik dan jati diri PG adalah sebagai kekuatan pemberharu. Paradigma baru PG mewujudkan pembaharuan internal, terutama struktur atau kelembagaan. "Karena waktu itu penguasa mempunyai akses politik yang terlalu besar, sehingga tidak bisa mandiri. Semua apa kata penguasa. Boleh dibilang, partai hanya sebagai stempel politik penguasa," bebernya. Dengan perubahan struktur organisasi, dulu peran pembina (penguasa) sangat dominan sebagai pemilik saham terbesar. Namun dengan paradigma baru, sekarang sudah berubah. Pemilik saham terbesar PG adalah rakyat. Jargonnya, "Suara rakyat adalah suara Golkar". Perubahan yang sangat mendasar, lanjut Yusuf, partai dikelola dengan mekanisme kolektif kolegial. Bukan otoritarian, yaitu apa kata pembina atau Ketua Umum. "Perubahan perilaku politik ini wajib dipahami oleh kader PG. Sekarang PG sedang dilihat, diperhatikan, dan dinilai kesungguhannya dalam melasanakan perubahan dengan paradigma barunya," tuturnya. (day/ono)
Sumber: