Ribuan Umat Buddha Puasa Atthasila Jelang Hari Raya Asadha

Ribuan Umat Buddha Puasa Atthasila Jelang Hari Raya Asadha

Magelang, memorandum.co.id - Dalam agama Buddha juga ada puasa, yaitu puasa Atthasila (delapan sila). Saat puasa Atthasila, umat Buddha tidak dibolehkan makan setelah lewat tengah hari, ketika matahari tepat di atas kepala (sekitar jam 12 siang) hingga matahari terbit. Puasa Atthasila ini juga dilaksanakan secara massal oleh lebih 1.500 umat Buddha dari seluruh Indonesia dalam rangka menyambut Hari Suci Asadha 2567 BE, Indonesia Tipitaka Chanting (ITC) di Candi Borobudur, Jawa Tengah, 21-23 Juli 2023. Menurut Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia (STI), Bhante Subhapanno, puasa Atthasila berguna untuk menghancurkan kejahatan, memperbaiki perilaku buruk, dan merawat kebajikan yang telah ada. "Faedah ketika kita menyempurnakan Atthasila ini, bisa memiliki ketenangan hidup di dunia, terhindar dari kecemasan-kecemasan karena tidak melakukan sifat buruk, serta ketika meninggal, akan meninggal dengan tenang dan lahir di alam sorga," ucap Bhante Subhapanno, Jumat (21/7/2023). "Semoga umat Buddha bisa terus mentradisikan latihan Atthasila baik di Vihara, di Rumah, juga di kegiatan Indonesia Tipitaka Chanting ini," harap Bhante. Lebih lanjut, ada delapan aturan yang harus dilakukan umat Buddha saat mengikuti puasa Atthasila, yaitu: 1. Dilarang menyakiti dan membunuh makhluk hidup. 2. Dilarang mencuri. 3. Dilarang berhubungan seksual. 4. Dilarang mengeluarkan ucapan kasar, fitnah, bohong dan menyakiti makhluk lain. 5. Dilarang segala minuman keras serta bahan-bahan lainnya yang menyebabkan lemahnya kesadaran. 6. Dilarang makan pada waktu yang tidak tepat. 7. Dilarang menari, menyanyi, bermain musik, melihat permainan atau pertunjukkan, dan memakai alat kosmetik untuk tujuan mempercantik diri. 8. Dilarang menggunakan tempat tidur dan tempat duduk yang besar dan mewah. Sementara itu, Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha Kementerian Agama, Nyoman Suriadarma mengatakan bahwa pelaksanaan ITC ini merupakan salah satu cara yang sangat berharga dan mulia untuk melestarikan ajaran Dhamma Buddha dan memperkenalkannya kepada generasi berikutnya. "Pelaksanaan Tipitaka Chanting ini diikuti lebih dari 1.500 orang. Ini artinya niat, keinginan, dan antusias dari masyarakat Buddha untuk belajar Tipitaka sangat tinggi sekali," ungkap Nyoman. "Jika ini terus dilakukan, tidak menutup kemungkinan ajaran Dhamma akan semakin menyebar dan dipahami serta dipraktikkan oleh setiap orang. Jika itu terjadi, maka cita-cita Indonesia maju, damai, makmur, rukun pasti akan tercipta," tutup Nyoman. (*/Rdh)

Sumber: