Cinta Tak Lagi Nomor Satu, Ditaruh di Nomor 999
Yuli Setyo Budi, Surabaya Hati Siti gundah. Ia jadi ragu: benarkah Samuel sudah ber-Islam? Atau dia hanya pura-pura Islam hanya untuk menikah dengannya? Tapi kok sampai dia dikucilkan keluarganya? Atau Samuel memang sempat menjadi muslim tapi kembali murtad? Ketika bertemu di rumah, Samuel yang tidak menyadari bahwa Siti mengetahui dia kembali aktif ke gereja bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Siti juga masih menahan sikap. Tapi, sejak itu Siti menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya. Fakta yang Siti dapatkan, Samuel telah benar-benar kembali ke agamanya semula. Fakta lain, kenyataan ini sudah diketahui orang tua Samuel, dan mereka sangat mendukung langkah anaknya. Orang tuanyalah yang selama ini menyokong keuangan Samuel, dengan syarat suatu saat Samuel harus sanggup mengajak Siti mengikuti agama Samuel. Tapi, meski sudah mengetahui fakta ini, Siti sengaja tidak semena-mena menegur Samuel. Siti menunggu waktu yang benar-benar tepat. Dan, kesempatan itu datang saat suatu malam Samuel mengajak Siti berhubungan intim. “Kini aku tidak bisa melayani kamu karena kamu sudah tidak seiman lagi. Kamu paham kan?” tanya Siti dengan tenang. Samuel sempat terkejut, tapi segera menyadari kenyataan yang sedang terjadi. “Maafkan aku,” kata Samuel. Singkat, tapi benar-benar mampu menggambarkan bahwa dia sudah menyerah pada keadaan. Samuel yang terbiasa hidup serba berkecukupan tak mampu setiap hari harus diterpa kekurangan. Kepapaan seolah tidak pernah berhenti mengujinya selama mengarungi samudera rumah tangga bersama Siti. Dia ngotot agar Siti tetap mempertahankan rumah tangga, walaupun harus berpijak pada agama masing-masing. Samuel menganggap cinta telah menyatukan hati mereka, maka jangan dipisahkan hanya karena agama. “Kita bisa saling toleransi,” tutur Siti sebagaimana diucapkan Samuel. Tapi, Siti yang kini sudah menyadari benar bagaimana harus bersikap terhadap nonmuslim dalam soal syariah, siapa pun mereka, bergeming. “Sudahlah, biarlah kita berjalan di rel masing-masing. Aku memang mencintai kamu, tapi aku lebih cinta kepada Tuhanku,” tegas Siti, yang sepertinya sudah menghapus motto bahwa cinta adalah segala-galanya Number one. Tidak. Agama harus nomor satu. Cinta bisa ditaruh di nomor 999. Dia lantas mengajukan gugatan cerai. Perjuangan Samuel tidak berhenti sampai di situ. Dia masih terus membujuk Siti agar tetap di sisinya, Tidak melalui omongan kangsung, melainkan dengan WA atau via Line dan Instagram. Siti memang sudah tidak mau lagi bertemu dengan Samuel. Iming-iming Samuel bahwa seluruh harta warisan orang tuanya bakal menjadi milik mereka kalau keduanya sudah mati sama sekali tidak dihiraukan. “Ini bukan soal harta. Ini masalah agama. Masalah iman,” kata Siti kepada Samuel. (habis)
Sumber: