2019, Surabaya Punya 5.950 Janda Baru

2019, Surabaya Punya 5.950 Janda Baru

Surabaya, memorandum.co.id  - Angka perceraian di Surabaya masih cukup tinggi. Selama Januari hingga November 2019 tercatat 5.950 gugatan cerai di Pengadilan Agama (PA) Surabaya. Jumlah ini hampir sama dibanding tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut lebih dari separuh jumlah perceraian diajukan oleh pihak perempuan atau istri (cerai gugat). Dua faktor yang menjadi penyebab utama, yakni  ketidakharmonisan dan ekonomi. Data yang digali Memorandum di PA Surabaya pada Januari hingga November 2019, tercatat perkara perceraian yang diterima PA 5.950 perkara. Rinciannya, 1.820 perkara diajukan suami (cerai talak) dan 4.130 perkara diajukan istri (cerai gugat). Sementara perkara yang sudah diputus hingga November 2019 ada 5.447 perkara. Rinciannya, 1.635 perkara cerai talak dan 3.812 cerai gugat. Jumlah perkara perceraian tersebut sedikit di bawah tahun sebelumnya (2018). Tapi, bisa juga menyamai, melebihi, atau berkurang hingga Desember 2019 mendatang. Pada 2018, PA Surabaya menerima perkara perceraian 6.153 perkara. Rinciannya, 1.939 perkara cerai talak dan 4.214 perkara cerai gugat. Adapun perkara yang sudah diputus 5.440 perkara. Rinciannya, 1.655 perkara cerai talak dan 3.785 perkara cerai gugat. Panitera Muda PA Surabaya Sugiarto mengatakan, berdasarkan data yang masuk ke PA Surabaya diketahui terdapat berbagai macam faktor penyebab terjadinya kasus perceraian ini. Antara lain poligami, ekonomi, tidak ada tanggung jawab, gangguan pihak ketiga dan lainnya. Dari beberapa faktor tersebut, terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan hal ini terjadi. Yaitu faktor perselisihan dan pertengkaran terus menerus 2.869 kasus, ekonomi 1.767 kasus,faktor tidak ada tanggung jawab 378 kasus, dan faktor kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 115 kasus. “Dari sekian faktor itulah, yang paling banyak pertama perselisihan dan pertengkaran secara terus-menerus (ketidakharmonisan) dan masalah ekonomi serta faktor tanggung jawab,” ungkap dia. Lebih jauh dijelaskan, pertengkaran terus menerus ini bisa ditengarai adanya perselingkuhan. Salah satu pihak, baik suami atau istri, merasa tidak bisa menerima kehadiran orang ketiga dalam rumah tangganya hingga muncullah gugatan perceraian dari pasangannya. Salah satu penyebab perselingkuhan adalah keberadaan media sosial (medsos). Terutama saat pasangan berusaha mencari pelarian dengan bermain medsos untuk berhubungan dengan orang lain. Hubungan ini lantas membuat pasangannya cemburu. Seringnya, salah satu pasangan yang terus bermain medsos bisa menimbulkan prahara. Jarangnya komunikasi personal karena terlalu sering bermain dengan gawainya masing-masing juga membuat hubungan suami-istri menjadi renggang. “Masalah pernikahan ini banyak yang disebabkan karena medsos karena bisa memunculkan pihak ketiga dalam hubungan rumah tangga,” tutur dia. Pasangan suami istri yang cerai karena medsos ini didominasi oleh pasangan usia muda yang juga termasuk dalam generasi milenial. Rata-rata usianya mulai 21 tahun sampai 35 tahun. Pasangan milenial yang lahir mulai 1980, punya kecenderungan lebih tinggi untuk menggugat cerai pasangannya karena medsos. Sugiarto mengatakan, kasus perceraian yang ditangani oleh PA Surabaya mayoritas diajukan pihak istri kepada suami. “Persentasenya mencapai 70 persen dari pihak istri dan 30 persen dari pihak suami. Itu perkiraan dari perhitungan perkara yang masuk di PA Surabaya,”ujar dia. Mereka yang mengajukan perceraian, lanjut dia, sering berasal dari keluarga yang memiliki beban hidup tinggi. Misalnya, mereka yang sudah memiliki tanggungan untuk membiayai dua anak atau lebih. Dia menambahkan, PA Surabaya berusaha meminimalkan terjadinya perselisihan dengan mengupayakan perdamaian saat dalam tahap mediasi. “Majelis hakim sudah berusaha mendamaikan, namun kenyataannya sedikit para pihak batal bercerai,” pungkas dia.(why/dhi)

Sumber: