3,4 Juta Okerbaya Gagal Diedarkan di Surabaya, Sasar Sekolah dan Kampus

3,4 Juta Okerbaya Gagal Diedarkan di Surabaya, Sasar Sekolah dan Kampus

Surabaya, memorandum.co.id - Anggota Satreskoba Polrestabes Surabaya akhirnya membeberkan bagaimana awal pengungkapan kasus peredaran pil LL dan Dextrometorphan di Surabaya. Bermula dari penangkapan tersangka Erid Amaludin (40). Warga Jalan Jambangan Kebon Agung itu dibekuk di Jalan Medokan Asri Tengah. Meski tidak ada barang bukti dari tangan Erid, petugas tidak begitu saja menyerah. Sebab, dari keterangan yang diperoleh sebelumnya, Erid diketahui memesan 1,5 juta butir pil koplo (okerbaya). "Darisana, kami mendapat pengakuan jika barang yang dipesan tersangka ER (Erid, red), berada di kantor ekspedisi kawasan pertokoan Jalan Semut," kata Kapolrestabes Surabaya Kombespol Sandi Nugroho, Jumat (13/12). Penyelidikan anggota Tim Unit I ke lokasi yang disebut tidak sia-sia. Selain dari pihak ekspedisi yakni Suyono (51), warga Jalan Lebak Indah Utara V dan Roby Wijaya (41), warga Jalan Sidotopo Wetan yang diketahui ikut dalam sindikat tersebut, petugas juga menyita barang bukti 1,9 juta pil LL. Agar tidak mudah terendus petugas, tersangka sengaja membungkus pil tersebut dalam 19 koli (paket). "Beruntung anggota bergerak cepat. Sebab, barang-barang itu sedianya akan dikirimi ke Erid yang nantinya akan dikirim ke Mojokerto," lanjut lulusan Akpol 1995 itu. Dari ocehan Erid dan Suyono, petugas kembali menyita barang bukti 15 paketan berisi pil jenis dextro berwarna kuning di salah satu kantor ekspedisi di kawasan Jalan Kemayoran Baru. Berbeda dengan barang sebelumnya, pil dextro itu sedianya akan dikirim ke Jember. Sebelum fokus ke dextro, petugas lebih dulu mengamankan empat tersangka di kawasan Jalan Prangkal, Mojokerto. Keempat tersangka adalah Agus Edi Suprayitno (38), warga Jalan Pakem Wetan, Kecamatan Trowulan mojokerto; Suherman alias Ateng (42), warga Dusun Sumber Girang, Kecamatan Puri dan Khoirul Fatik (44), warga Tawangsari, Kecamatan Trowulan Mojokerto. Saat diamankan, Agus saat itu sedang asik mengonsumsi narkoba jenis sabu. "Selain memakai, kami juga menduga Agus merupakan pengedar kelas kakap. Itu diperkuat dari barang bukti yang kami terima yakni 1 poket berisi sabu dan 23 pipet kaca serta mobil mewah jenis Fortuner. Dalam sindikat itu, kami terpaksa memulangkan Sambang Hermanto yang ternyata tidak masuk jaringan," tandas Sandi. Mantan Kapolrestabes Medan itu juga menyebut, ketika barang haram tersebut sampai di tangan pengedar, mereka akan memasarkannya ke sekolah-sekolah dan kampus. Harga pil dibanderol Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per butir. "Kemasannya ini cukup rapi. Barang-barang ini bukan hanya diedarkan di Jatim tapi juga ke Indonesia timur. Harga yang murah tersebut menjadi pilihan masyarakat kalangan bawah dan pelajar yang ingin merasakan sensasi halusinasi seperti mengonsumsi narkoba," terang Sandi. Selain itu, jika pil koplo ini sebenarnya merupakan obat untuk anjing, sedangkan dextro adalah obat batuk keras. Obat-obatan ini biasa dijual di apotek tapi harus dibeli dengan izin atau resep dokter. "Dextro ini seharusnya didapatkan dengan resep dokter. Sementara ini tidak, dia bisa membelinya dengan bebas," pungkas dia.(fdn/nov)

Sumber: