Dibayang-bayangi Kepercayaan Tahayul Leluhur (3-habis)

Dibayang-bayangi Kepercayaan Tahayul Leluhur (3-habis)

Mulanya Bapak tidak memakan penyetan lele untuknya. Dia masukkan makanan itu ke mulutnya, tapi diam-diam dia muntahkan lagi ke belakang. Begitu satu-dua kali. Lama-lama Bapak merasakan makanan yang sedikit dikunyah di mulutnya terasa nikmat. Makanya pada suapan ketiga dan seterusnya makanan tersebut dia telan dengan sedikit keraguan. Ternyata hal yang sama dialami Emak. Mereka bahkan tanduk karena masih lapar. Jadilah masing-masing menghabiskan dua porsi penyetan lele. Didorong segelas es jeruk, puaslah mereka. Tapi, kenikmatan itu harus ditebus keduanya sepulang dari rumah famili. Mobil yang mereka kendarai mogok ketika melintas di hutan kawasan Kemlagi. Mesinnya ngadat hingga tidak bisa hidup. Baru keesokan harinya mesin bisa dihidupkan meski tukang servis yang mereka hubungi belum muncul ke lokasi kejadian. Bapak dan Emak yakin bahwa itu terjadi karena mereka melanggar makan ikan lele semalam sebelumnya. “Maaf. Bapak tadi malam tak sengaja menelan makanan yang disuguhkan,” kata Bapak penuh sesal kepada Emak. Tak disangka, Emak malah mewek keras sambil membuat pengakuan yang cukup mengejutkan, “Maaf. Tampaknya kita dirundung sial karena melanggar larangan leluhur makan ikan lele. Aku tadi malam juga sedikit menelan penyetan ikan itu.” Bapak dan Emak lantas tersenyum pahit bersama dan berjanji seia sekata tidak akan lagi-lagi melanggar pantangan leluhur. “Karena itu aku tidak boleh nikah sama Angga. Apa pun yang terjadi,” kata Rina. “Tapi aku sangat mencintai Angga,” kata gadis dengan rambut tertutup hijab rapat-rapat itu. “Dia juga sangat mencintai aku,” lanjutnya. “Kamu sanggup menerima nasib sial akibat melanggar larangan itu?” tanya istri Memorandum. “Lebih baik kami mati bersama daripada harus pisah, Paklik,” kata Rina. “Yakin?” “Yakin,Paklik, Bulik.” Rina yang masih lelah karena kabur dari Lamongan lantas Memorandum suruh istirahat di kamar. Memorandum janji akan membantunya memecahkan masalah ini dan berbincang dengan orang tuanya. Memorandum lantas menelepon Bapak. Dalam percakapan itu Memorandum menegaskan bahwa kepercayaan yang dianut Bapak adalah kurafat yang tidak berdasar. “Kamu sudah mengaji dari ujung barat sampai ujung timur kok masih percaya pada tahayul. Buang. Restui Rina menikah dengan Angga,” kata Memorandum. “Tapi aku sudah kehilangan anak karena melanggar keyakinan nenek moyang itu, Mas,” kata Bapak. “Itu syirik. Tahu? Kamu lebih percaya kekuatan di luar kekuatan Allah. Tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa seizin-Nya,” kata Memorandum, Bapak terdiam. Tidak ada respons dari telepon seberang. Lebih dari tujuh menit. (jos, habis)  

Sumber: