Liku-Liku Masa Tua Pengacara yang Mantan Wartawan (1)

Liku-Liku Masa Tua Pengacara yang Mantan Wartawan (1)

Seorang teman yang dulu sama-sama mencari nafkah di media kini jadi pengacara. Yang dibantu rata-rata pejabat yang terlibat kasus keuangan. Mulai penggelapan hingga korupsi. Namanya sebut saja Damar. Orangnya gendut. Gaya bicaranya dar-der-dor, blak-blakan. Mungkin karena pinter bicara dan ceplas-ceplos itulah Damar langsung mengambil profesi pegacara begitu pensiun dari wartawan. Usia 50 tahun memang terlalu muda untuk dipensiun. Tapi itulah peraturan di tempatnya bekerja. Damar bahkan lebih eksis bekerja jadi pengacara. Kliennya membludak. Sayang, sukses di profesi ini tidak diikuti kesuksesan kehidupan pribadi. Damar mengahadapi masalah justru di bidang yang ditakuti banyak lelaki: sulit ereksi. Senjatanya cenderung loyo kaya bendoyo. “Anuku suka ngadat,” keluhnya suatu saat. “Apanya yang ngadat, Dam?” tanya Memorandum ketika beberapa waktu lalu diundang Damar santap siang di sebuah rumah makan sederhana pinggir sungai di kawasan Ketintang. Damar tidak segera menjawab. Dia memainkan rokok di tangannya. Diputar-putar entah berapa kali, baru dilesapkan ke sela bibirnya. Tampak dia menikmati asap yang sengaja dimasukkan ke dada itu sebelum mengempaskannya keluar. Lucu sekali, mirip si Simin topeng monyet ketika ditanggap tetangga rumah sebelah. “Anuku. Burungku,” katanya. “Burung?” tanya Memorandum pura-pura bego. “Barangku. Penisku,” tegasnya. “Ooo… Lantas?” “Aku sudah berusaha berobat ke dokter tapi tidak mampu memberikan solusi. Demikian pula para pakar pengobatan herbal. Tidak ada yang bisa menjadikan anuku mudah bangkit.” “Coba cari istri muda, mungkin saja bisa membangkitkan gairah baru,” canda Memorandum. Damar menyambut dengan senyum, Dia memang orangnya agamis. Seumur-umur belum pernah terdengar Damar main perempuan di luar rumah atau sekadar iseng menggoda gadis-gadis di jalan. Damar diam cukup lama sebelum melanjutkan bahwa dia juga pernah mencoba usaha alternatif di Mak Erot. Cukup lama. Lebih dari tiga bulan. Tapi upayanya sia-sia. “Aku sudah mengeluarkan cukup banyak biaya untuk itu,” katanya. Matanya menerawang kosong. Langkah terakhir yang diambil damar kembali ke keyakinan medis. “Akhir-akhir ini aku dirawat di sebuah klinik. Setiap hendak menafkahi istri, aku harus ke On Clinic. Disuntik dulu. Kalau nggak gitu, sampai kiamat nggak bakalan bisa. Obat biasa sudah nggak mempan,” kata Damar,  (jos, bersambung)    

Sumber: