Profesionalisme dan Integritas

Profesionalisme dan Integritas

Seseorang yang sifatnya baik tanpa memiliki integritas dan etika kemungkinan hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri,  sehingga belum bisa mendatangkan manfaat positif buat sesamanya. Nilai-nilai kejujuran, kepercayaan, pengabdian, kontribusi, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai dasar untuk menciptakan integritas dan etika. Kepribadian yang berintegritas dan beretika pasti akan memahami dan mampu membedakan apa yang baik dan apa yang tidak baik, serta selalu menjadi pribadi yang jujur kepada diri sendiri untuk melayani tugas dan tanggung jawab sesuai aturan dan nilai-nilai positif. Sosok jaksa di seluruh Indonesia tentunya harus dapat membangun kesamaan pikiran, pandangan, pemahaman, dan tindakan dalam pelaksanaan tupoksinya khususnya dalam penanganan perkara baik perkara tindak pidana korupsi dan termasuk perkara pidana khusus lainnya serta dalam perkara tindak pidana umum. Jajaran Korps Adhyaksa pun wajib meningkatkan profesionalisme dan integritas guna mewujudkan penegakan hukum yang adil, objektif, dan bermartabat. Sulitnya membangun nilai-nilai integritas tentunya terkait dengan persoalan yang terstruktur secara budaya dalam masyarakat, termasuk yang paling dirasakan dalam masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, nilai-nilai integritas yang seharusnya dijalankan dalam suasana kebatinan masyarakat sehingga dapat terinternalisasikan dan terinstitusionalisasikan dalam kehidupan hanya diajarkan sebatas formalitas dalam setiap jenjang pendidikan tanpa menyentuh aspek konasi atau afeksi peserta didik, sehingga nilai-nilai integritas pada akhirnya hanya kaya secara teori namun miskin dalam aplikasi. Integritas itu menjadi kunci utama kepemimpinan “bagaimana ia membuat keputusan yang benar pada waktu yang benar” dalam bersikap dan berperilaku, karena di situlah terletak pondasi dalam membangun kepercayaan dan hubungan antara individu dalam organisasi. Untuk dapat memiliki integritas dalam kepemimpinan, seorang pemimpin harus menggabungkan seluruh aspek yang ada dalam dirinya menjadi satu kesatuan yang saling mendukung satu sama lainnya. Aspek-aspek tersebut adalah kognitif (ranah yang mencakup kegiatan mental/otak), afektif (ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai), dan psikomotoriknya (ranah yang berkaitan dengan keterampilan/skill atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu). Hal itulah yang akan mencerminkan dirinya secara holistik sebagai seorang pemimpin. Hutson (2005) dalam tulisannya Trustworthiness menyebutkan bahwa orang-orang yang memiliki integritas memiliki kemampuan untuk: Mempertahankan keyakinannya secara terbuka dan berani. Seorang pemimpin perlu memiliki keyakinan ketika memberikan tugas kepada bawahannya. Hal ini dimaksudkan agar dia tahu tugas seperti apa yang akan dijalankan serta orang seperti apa yang akan menjalankan perintahnya. Agar dapat dijalankan dengan baik maka dia harus mampu memberikan pemahaman tentang job description (deskripsi pekerjaan). Pemimpin itu harus jelas dalam mendeskripsikan kepada staf atau bawahan tentang apa yang hendak dijalankan. Dan juga secara terbuka dan berani menunjukkan kelebihan dan kelemahan dari tugas tersebut. Bila hal tersebut dilakukan maka dapat dipastikan keduanya (pemimpin dan bawahan) akan siap untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan terjadi. Mendengarkan kata hati dan menjalani prinsip-prinsip hidup. Kata hati tak pernah berbohong, itulah ungkapan yang sering kali kita dengar. Bila dicermati hal tersebut memang benar, karena tingkah laku yang terlihat terkadang tidak sesuai dengan kata hati dan prinsip hidup. Misalnya saja, ketika seorang pemimpin melakukan tindakan yang melanggar norma, pasti dalam hatinya dia tahu bahwa apa yang dilakukannya itu tidak baik dan bertentangan dengan prinsip hidupnya. Sebenarnya dia, sebagai pemimpin, juga mengetahui dampak yang dapat terjadi pada dirinya dan lingkungannya. Namun, banyak faktor yang memengaruhi sehingga kata hati itu tidak mampu lagi untuk ia dengarkan. Agar dapat menjalankan peran sebagai pemimpin yang memiliki integritas tinggi, maka perlu untuk mendengarkan kata hati dan menjalankan prinsip hidup yang baik. Bertindak secara terhormat dan benar. Pemimpin yang memiliki integritas yang tinggi, tentunya memiliki kemampuan untuk bertindak terhormat dan benar. Namun, posisi atau kedudukan yang terhormat tidak selalu diikuti dengan perilaku yang benar. Sehingga pemimpin sering kali terjebak oleh posisinya dan memanfaatkannya untuk hal-hal yang tidak terhormat. Hal ini menunjukkan ke-tidak-konsekuenan dalam kepemimpinannya. Bila hal tersebut terus terjadi dalam menjalankan kepemimpinannya, ia tidak akan dapat bertahan lama dalam posisi dan kedudukannya tersebut. Konsistensi antara peran dan kedudukan dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin menjadi sangat penting. Terus membangun dan menjaga reputasi baik. Setiap orang berharap untuk selalu memiliki reputasi yang baik dipandang oleh lingkungannnya. Untuk meraih, membangun, dan menjaga reputasi yang dapat dibanggakan tidaklah mudah, semua itu harus dilalui dengan kerja keras dan pencitraan positif yang terus-menerus. Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa: tanpa integritas, motivasi menjadi berbahaya; tanpa motivasi, kapasitas menjadi tak berdaya; tanpa kapasitas, pemahaman menjadi terbatas; tanpa pemahaman, pengetahuan tak ada artinya; tanpa pengetahuan, pengalaman menjadi buta.

Dalam setiap kesempatan, Jaksa Agung RI selalu menyampaikan bahwa : Saya tidak butuh orang-orang pintar tapi tidak mempunyai integritas, tetapi yang saya butuhkan adalah orang-orang pintar yang berintegritas.
Hal ini mengandung makna bahwa integritas adalah kunci utama yang harus dimiliki oleh setiap sosok Jaksa terlebih yang menjadi unsur pimpinan di lingkungan Kejaksaan,  sehingga ia mampu memimpin dengan  membawa dampak dan pengaruh bagi orang lain yang mampu   menghasilkan pekerjaan yang berkualitas tinggi, prestasi luar biasa, serta kinerja yang selalu mencapai target sesuai dengan ekspektasi masyarakat terwujudnya kepastian hukum Dengan demikian, Integritas merupakan sebuah tolok ukur fundamental untuk kepemimpinan, dimana   seorang pemimpin harus memimpin dengan integritas, kejujuran dan berpegang pada nilai-nilai organisasinya. Sosok Pimpinan yang berintegritas akan mendapat dukungan penuh dari seluruh jajarannya dan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Yang dipimpinnya.  
Mari kita terus bergerak dan berkarya dengan menjunjung tinggi marwah institusi  Kejaksaan yang menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum  di Indonesia
  Oleh : Dr. Mia Amiati, SH, MH (Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur)

Sumber: