UMKM Namira Ecoprint, Hasilkan Produk Lokal dengan Kualitas Internasional
Surabaya, memorandum.co.id - Namira Ecoprint menjadi usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang bisa menembus pasar internasional meski awalnya hanya kegiatan rukun warga (RW). Kini, Namira Ecoprint menjadi UMKM mandiri yang bisa mendongrak perekonomian warga Kedung Asem dan sekitarnya. “Kami memberdayakan warga sekitar dalam urusan menjahit kain batik menjadi sebuah produk. Baik itu baju pria, gamis, jaket hingga tas,” kata Yayuk Eko Agustin, owner Namira Ecoprint yang kemarin ditemani oleh Didik Edy Susilo. Karena melibatkan warga sekitar, otomatis, perekonomian meningkat, karena dari upah menjahit satu baju saja mereka bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan. Meski saat ini menuai suskes, perjuangan Yayuk dengan brand Namira Ecoprint tidak mudah. Yayuk harus belajar ke Yogyakarta hingga Bandung. Mantan asisten pemerintahan Pemkot Surabaya ini memang gemar belajar dan selalu tertarik dengan hal-hal baru. Nah, setelah dirasa ilmu yang sudah didapatnya mumpuni, Yayuk mulai berani memproduksi kain batik kontemporer ecoprint. Eco sendiri berarti ekosistem (alam) dan print adalah mencetak. Jadi secara garis besar, produk ecoprint merupakan sesuatu yang dihasilkan dari alam atau alami tanpa menggunakan bahan kimia. “Sebenarnya daun apa saja bisa digunakan dalam memproduksi batik kontemporer ecoprint. Daun secang, belimbing, kedondong, jati, waru bahkan daun pisang,” jelas Yayuk. Perempuan kelahiran Jombang 1962 ini mengaku sangat bersyukur didampingi Didik, suaminya yang juga merupakan ketua RW di tempat tinggalnya. “Suami memang mempunyai jiwa seni. Jadi dia yang membikin sketsa hingga blue printnya. Jadi unusr seni di kain batik Namira Ecoprint begitu kental,” beber Yayuk. Didik yang juga mantan Ketua Percasi Surabaya itu mengatakan, produk mereka bisa indah karena dia membayangkan kain sebagai kanvas. “Nah, ketika saya menyusun daun-daun yang akan dicetak menjadi gambar, saya sudah mempunyai gambaran kain ini akan menjadi batik seperti apa,” ungkap Didik. Kata Didik, jika tidak mempunyai jiwa seni, keindahan dalam ecoprint tidak akan terlihat. “Jadi menyepadankan daun-daun sehingga menjadi eksotik dan indah di kain harus benar-benar dilakukan dengan seksama sehingga menghasilkan karya yang bisa dinikmati yang akhirnya menjadi produk. Baik itu pakaian, tas, dan lain-lain,” ungkap Didik. Meski belum melakukan ekspor, namun Namira Ecoprint seringkali diajak Pemprov Jatim dan Kadin dalam misi dagang ke luar negeri. Thailand, Riyadh, Dubai dan lain-lain adalah negara-negara yang sudah mengenal produk Namira Ecoprint. “Tanggapan orang luar negeri, produk kami itu unik karena satu dengan yang lain tidak pernah sama. Mirip memang iya, tapi cetakannya tidak akan pernah sama karena kami memang menggunakan bahan-bahan alami,” imbuh Didik. Produk Namira Ecoprint sudah seringkali mengikuti pameran, baik di Surabaya maupun Jakarta. Tanggapan pengguna produk Namira Ecoprint sangat positif. Nah, ditengah arus digital informasi, Namira Ecoprint juga merambah media sosial utamanya Instagram. “Banyak juga yang pesan setelah melihat produk kami di Instagram,” timpal Yayuk. Meski produknya sudah dikenal di luar negeri, namun Yayuk tidak mau buru-buru dan berfikir mengenai ekspor. “Kami masih sibuk melayani pesanan dari luar kota dan misi dagang. Itu sudah membuat kami agak kesulitan. Apalagi di saat jelang Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, produk fashion kami banyak yang sudah memesan,” urai Yayuk. Selain media kain, Namira Print juga mengaplikasikannya di kulit domba dan kangguru. Kulit domba dia datangkan dari Garut sedangkan kangguru dari Australia. Produk yang dihasilkan tentu saja berkualitas internasional dan sangat layak untuk diekspor. “Kami sampai kehabisan jaket kulit. Itu tinggal satu di-display,” ungkap Yayuk. (ono)
Sumber: