Manuver Kebingungan

Manuver Kebingungan

Rabu, 10 Januari 2023, Ketua Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarno Putri berpidato di hadapan kader partai se-Indonesia dalam perayaan atau peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-50 partainya. Pidato itu sangat berkesan. Paling tidak bagi seluruh kader partai “Banteng Bermoncong Putih”. Menggelegar, menggelitik, penuh pesona, dan sarat sindiran. Pidato itu bernilai untuk penguatan internal. Tapi di dunia maya tidak demikian. Rekaman pidato di acara internal itu bermunculan hingga mau tidak mau, suka tidak suka jadi konsumsi publik. Alhasil, kata per kata pidato presiden perempuan pertama (dan satu-satunya hingga 2023), ini, mendapat banyak tanggapan massa. Ada yang suka, ada yang tidak. Ada yang bersemangat, ada yang loyo. Ada yang gembira, ada yang sedih. Ada yang menilai Bu Mega –sapaan akrab perempuan putri Presiden Soekarno tegas, berwibawa, pandai, tajam dalam pemikiran, hati-hati dalam bertindak dan bermanuver politik. Tapi sebaliknya banyak juga yang tidak sependapat. Malah penilaian miring banyak ditujukan ke Bu Mega. Ada yang bilang Bu Mega kurang menghargai Presiden Joko Widodo yang dalam pidatonya mengatakan kalau tidak karena PDI-P Joko Widodo kasian. Pidato Bu Mega juga ada yang menilai pribadi Bu Mega sedang bingung. Ada pula yang mengatakan Bu Mega sejujurnya kini panik dengan ragam perkembangan politik Indonesia yang kini makin terasa panasnya. Pun ada pula yang menilai sikap Bu Mega kini sedang caper (cari perhatian) mengingat usianya makin menua hingga kontrol pola komunikasinya lancar tapi kata per kata yang dilontarkan mengandung uraian permintaan perhatian. Salah satu contoh kalimat yang menegaskan Bu Mega bingung, panik, dan caper adalah di kalimat sebagai ketua umum dirinya tak ingin kader masuk ke sumur. Kalimat lain dengan nada sindiran ke partai lain yakni partai harus mendahulukan (baca: menjagokan) kader dari pada nonkader dalam “perang” pemilihan presiden. Mungkin (dalam pemahaman Bu Mega) partai adalah wadah atau tempat penggemblengan kader untuk menjadi pemimpin. Sehingga partai yang tidak mampu menelurkan kader adalah partai gagal. Padahal bagi partai politik lain tidak demikian. Bukti lain Bu Mega caper, di pidato itu tidak segera mengumumkan sosok calon presiden usungan PDI-P meski sudah ada di kantongnya. Sikap seperti ini dalam koridor politik sah-sah saja dilakukan mengingat hal itu bagian strategi partai atau taktik partai agar manuver politik tak mudah dibaca lawan atau partai politik lain. Namun dari awal hingga akhir pidato Bu Mega sampai bermunculan opini di kalangan masyarakat itu dapat diartikan wajar. Tidak terlalu istimewa bagi kalangan orang-orang partai politik. Sebab mereka sangat tahu kebingungan Bu Mega memilih (minimal) dua kader utama dan terbaik partainya Ganjar Pranowo dan Puan Maharani yang semakin hari semakin meruncing. Yang satu anak biologis yang didambakan, yang satu lagi anak ideologis yang diharapkan. Jadi, masyarakat atau rakyat tidaklah perlu bersungguh-sungguh menunggu siapa sosok calon presiden yang diusung PDI-P untuk pemilihan presiden 2024. Toh pada saatnya pasti nama sosok itu akan diumumkan juga.(*)

Sumber: