Bintang Terang Mahasiswa yang Sopir Arisan Sosialita (2)
Akhirnya Krisna menerima ajakan Andik. Andik lantas melunasi semua tunggakan biaya kuliah temannya itu. Tapi tidak gratis. Krisna harus mengangsur. “Dua-tiga kali setelah aku terima gaji,” janji Krisna. Sabtu sore Krisna dijemput Andik. Ini hari kerja pertamanya. Sebelum menuju lokasi arisan, Krisna diajak ke sebuah mal. Dimasukkan salon kecantikan. “Rambutmu harus dirapikan agar tampak handsome,” kata Andik. Tidak hanya merapikan rambut, ternyata Krisna harus menjalani perawatan muka dan tubuh serta dipilihkan pakaian baru. “Supaya tampak gagah dan gentle. Pas dengan tubuhmu yang atletis,” imbuh Andik. Hati Krisna deg-degan. Dengan penampilan seperti itu, tidak mungkin Krisna hanya diharuskan melayani makan malam. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan Andik. Berpikir begitu, muncul keinginan untuk kabur dan membatalkan acara malam itu. Tapi mengingat utangnya kepada Andik, dia urungkan keinginan tersebut. Biar dia coba dulu malam ini. Siapa tahu memang benar-benar hanya menemani makan malam. Sekitar pukul 21.00 Krisna dan Andik sudah duduk manis di sebuah resto hotel bintang lima. “Sekarang arisannya sedang berlangsung di hall atas. Kita tunggu saja. Nanti penarik lot akan ke sini bersama teman yang mengurusi acara. Santai aja,” kata Andik. Krisna gelisah. Kira-kira apa ya yang nanti bakal terjadi? Begitu kecamuk pikiran Krisna. Tidak tenang. Sebentat-sebentar dia menoleh ke jam tangan di lengan kiri yang baru dipinjami Andik. Waktu dirasakan Krisna berjalan sangat lambat. Sekitar pukul 20.55 terlihat ada pria dan perempuan jelang paruh baya masuk. Usianya sekitar 40-45-an. Perhatian Krisna terfokus ke wajah yang perempuan. Meski sudah tidak muda lagi, wajahnya masih tampak segar dan energik bak gadis remaja. Parasnya mengingatkan Krisna kepada pemain sinetron Tampan-Tampan tapi Srigala. Ya senyumnya, ya lirikan matanya. “Inikah pemenang arisan yang harus kutemani makan malam?” kata hati Krisna. Dia masih dalam kondisi belum fokus ketika Andik memperkenalkan perempuan tersebut. “Kris, kenalkan. Miss Nitha,” kata Andik sambil sembunyi-sembunyi mengerdip. Krisna gelagapan. “Maaf kami harus gabung dengan teman-teman melanjutkan meeting,” imbuh Andik, yang lantas berlalu dengan lelaki paruh baya yang datang pertama Nitha. “Nitha,” ucap perempuan cantik itu sambil mengulurkan tangan. Krisna pelan-pelan menyembutnya dengan kaku. Agak ragu. “Krisna,” kata Krisna sambil membungkuk. Dan mak-wusss… wangi feminim menyambar hidungnya. Saat itulah dia teringat pesan Andik agar Krisna mencium tangan setiap wanita yang bersalaman dengannya. Adab bangsawan, katanya. Krisna pun mengecup punggung telapak tangan Nitha. Hingga tiga kali. Wangi feminim makin meruap dan menghentakkan gairah kelelakianya. “Ajr Jum,” batinya. (jos, bersambung)
Sumber: