Kekerasan Perempuan dan Anak di Surabaya Fenomena Gunung Es
Surabaya, memorandum.co.id - Kota Surabaya harus terus berjuang keras mewujudkan kota ramah anak. Karena dalam konteks indikator KLA belum tercapai. Sebab, syaratnya harus zero pelanggaran terhadap hak anak. Hal ini disampaikan Ketua Kelompok Perempuan dan Sumber-Sumber Kehidupan (KPS2K) Jatim, Iva Hasanah. “Di kota besar ternyata masih punya masalah aksesbility,” terang Iva Hasanah. Aktivis perempuan Jatim ini, menyebutkan masih terlihat banyak anak yang tidak bisa sekolah. Bukan karena pemerintah tidak ada program. “Akses informasi program yang mudah dijangkau dan tepat sasaran,” terang dia. Iva Hasana menyebutkan, harusnya pemerintah dibantu pemerhati anak dan perempuan untuk mewujudkan perlindungan terhadap hak-haknya. “Perempuan dan anak di Surabaya mendapatkan perlindungan maksimal dan terpenuhi hak-haknya,” tegas dia. Iva Hasanah menyebutkan, masih tinggi kasus kekerasanan terhadap anak dan perempuan di Jawa Timur. Salah satunya dampak laten budaya patriarki. “Kontek terkini paska pandemi berdampak pada sosial ekonomi,” sambungnya. Iva menyebutkan, isu kasus kekerasan anak dan perempuan merupakan fenomena gunung es. Hal ini karena tidak banyak yang melaporkan, meski sudah banyak kasus yang ditangani. “Terutama yang meningkat KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online), mereka tidak lapor. Karena tidak tau, takut. Bahkan diusahakan untuk berdamai atau diam-diam diselesaikan,” tegas dia. Iva menyampaikan, masyarakat masih banyak yang tidak paham apa itu kekerasan berbasis gender. Termasuk kekerasan seksual. Meski pemerintah sudah ada regulasinya UU no.12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. (day)
Sumber: