Dewan Soroti 2 Proyek Saluran Gagal Dilaksanakan

Dewan Soroti 2 Proyek Saluran Gagal Dilaksanakan

Surabaya, memorandum.co.id - Pengerjaan saluran air atau pemasangan box culvert pada 55 titik di Kota Surabaya meninggalkan catatan. Hingga kini, 30 titik rampung dikerjakan.  Ada 23 titik masih berproges. Lalu ada dua titik yang gagal dikerjakan. Keseriusan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam mengentaskan masalah banjir di perkotaan dan permukiman ini lantas disorot legislatif. Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Aning Rahmawati, menyayangkan lambannya pengerjaan proyek saluran. Terutama di 55 titik itu. Padahal sesuai perjanjian kontrak yang disepakati, 55 titik pengerjaan saluran yang diteken mulai bulan April sampai dengan Juli itu, seharusnya selesai pada 15 Desember 2022. Akan tetapi, yang dinyatakan selesai dari data pemkot masih 30 titik atau 55 persen dari total 55 pekerjaan yang ada. "Yang pengerjaannya masih di angka sekitar 80 persen ada 9 titik. Gagal dikerjakan karena kontraktor black list ada 2 titik.Di bawah 80 persen masih ada 14 titik. Ini semua tentunya sangat disayangkan, karena seharusnya selesai pada 15 Desember sesuai perjanjian kontrak," tutur Aning, Selasa (13/12). Menurut Aning, ada banyak faktor yang membuat lambannya penyelesaian proyek banjir. Salah satunya yakni, dihambat oleh utilitas dari instansi lain. Seperti misalnya, keberadaan tiang listrik dari PLN. Yang ini kemudian sangat disayangkan oleh politisi perempuan asal PKS ini. "PLN sebagai pemilik utilitas harusnya mempunyai manajemen yang lebih rapi dan terukur dalam penanganan utilitas, sehingga tidak merugikan warga Surabaya," kritik Aning. Bahkan selain 55 titik yang dikerjakan pemkot tahun ini, ada juga proyek box culvert yang sudah 3 tahun terbengkalai akibat adanya tiang listrik yang tak segera dipindahkan. Dalam Perda 5/2017 dijelaskan bahwa di samping tanggung jawab memperbaiki, memelihara, dan mengembalikan ke posisi semula, pemilik utilitas juga harus melakukan pemindahan utilitas jika terjadi pembangunan pada aset Pemkot Surabaya. "Kenyataan di lapangan berbeda. Ini berarti Perda Utilitas masih belum bisa menjamin kenyamanan bagi warga metropolis," tandasnya. Aning lantas mendorong agar ada koordinasi yang bagus antara OPD terkait dengan instasi pemilik utilitas. Dengan begitu betul-betul memberikan solusi. Namun Aning meminta jangan hanya sekadar bicara koordinasi sedangkan realitanya berbeda. "Selama ini, informasi dari dinas terkait dan juga pemilik utilitas sudah sering koordinasi. Namun hasil di lapangan masih saja menyisakan masalah. Ini berarti ada problem. Ada aturan yang belum bisa dilaksanakan dengan baik oleh pemilik utilitas." "Dampak dari lambatnya pemindahan utilitas ini pastinya akan berpengaruh pada molornya pengerjaan proyek. Bahkan bisa jadi ada beberapa pekerjaan yang tidak sesuai dengan perencanaan di beberapa titik. Yang kemudian malah dikerjakan oleh satgas bukan lagi kontraktor. Sungguh ini harus betul-betul menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan ke depan, jangan sampai masyarakat jadi korban proyek banjir," tegas Aning. Sedangkan ditanya perihal kontraktor yang di-blacklist dan terbengkalainya dua titik pengerjaan saluran untuk penanggulangan banjir, pihaknya meminta Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Surabaya melakukan evaluasi. Evaluasi itu mulai dari proses lelang dan pengadaan barang jasa ke depannya. Sebab secara aturan, sejatinya sudah sangat mengantisipasi hal ini. Termasuk tidak adanya uang muka atau DP dari pemkot untuk memastikan keuangan kontraktor sehat dan kuat. Namun masih saja ada yang ter-blacklist meski sudah diberi kesempatan perpanjangan waktu pengerjaan proyek. "Dari sisi anggaran pemkot tidak dirugikan, namun dari sisi pekerjaan warga Surabaya sangat dirugikan. Yang harusnya bisa terkendali banjir di area sekitar jadinya harus tertunda. Karena itu, kita minta ini dievaluasi," tuntas Aning. (bin

Sumber: