Tak Mampu Bayar PLN, Rumah Warga Gubeng Ini 4 Tahun dalam Kegelapan
Ayu dan Rozi bersama dua orang anaknya di pelataran rumah. Surabaya, memorandum.co.id - Sejak empat tahun yang lalu, tepatnya mulai April 2018, rumah di Jalan Gubeng Kertajaya 5D Nomor 16A, Kelurahan Airlangga, Kecamatan Gubeng, tak lagi teraliri dengan listrik. Alhasil, keluarga yang tinggal di rumah itu hidup dalam kegelapan dan kesunyian. Tak ada kipas angin. Tidak ada televisi. Bahkan menanak nasi masih menggunakan dandang dengan panas api dari kompor. Pengalaman hidup pilu ini dirasakan oleh pasangan Rozi (23) dan Ayu (20) bersama dua putra-putrinya yang masih balita. Dava berusia 2 tahun dan Diva yang menginjak 3 tahun. Lalu, ada pula adik kandung Rozi yang tinggal di sana. Total, lima orang sekeluarga. "Kalau sudah malam, kita pakai senter. Kadang lilin. Pernah juga pakai lampu oblik, tapi sekarang sudah rusak," terang Ayu saat ditemui, Jumat (9/12/2022). Selain tak teraliri listrik, rumah pasangan muda itu juga tak dilengkapi pipa PDAM. Mereka merogoh kocek Rp 30 ribu ke tetangga agar bisa mendapat asupan air bersih. Ayu bercerita, rumah yang kondisinya mulai reyot itu merupakan peninggalan orang tuanya. Namun, orang tua Ayu sudah lama bercerai. Kini, si ayah berada di Sidoarjo. Sedangkan sang ibu tinggal di Kalimantan. Meninggalkan rumah sudah lebih dari setahun yang lalu. Sehari-hari, suami Ayu bekerja sebagai karyawan salah satu rumah makan. Digaji Rp1,2 juta. Adapun Ayu bekerja freelance sebagai sales promotor girl (SPG). Pendapatan mereka dirasakan Ayu pas-pasan. "Hidup seadanya. Yang terpenting ada makanan untuk anak-anak. Mereka kadang makan nasi sama telur ceplok plus kecap. Alhamdulillah selama ini masih tercukupi," kata Ayu. Di usia Dava dan Diva yang masih balita, beragam cobaan telah dirasakan oleh Rozi dan Ayu. Terlebih, saat kedua anaknya yang menderita stunting itu tengah terbaring sakit. Seringkali Dava dan Diva kesulitan untuk dapat beristirahat dengan nyenyak di tengah teriknya metropolis. "Pernah nggak tidur semalaman. Apalagi pas anak-anak sakit. Misalnya sakit panas. Akhirnya kita pakai selembar kardus buat kipasin anak-anak supaya nggak sumuk banget," jelasnya. Sejatinya, rumah berukuran 5 meter x 15 meter itu pernah teraliri listrik pascabayar. Namun diputus PLN. Sebab, ada tunggakan yang mencapai puluhan juta. Lalu, juga pernah dipasang token listrik. Namun hanya bertahan sebulan. Kemudian diblokir. Lantaran tunggakan listrik pascabayar melewati batas waktu pembayaran. "Pernah ada listrik. Tapi karena ada tunggakan banyak, jadi diputus. Mama sama ayah saat itu pernah nyicil, tapi terus nggak kuat, akhirnya nunggak lagi. Sampai sekarang belum dibayar, karena nggak punya uang sebanyak itu," urai Ayu. Sementara itu, Wakil Ketua RW 3 Harno menyampaikan bahwa hidup serba keterbatasan warganya itu sudah seringkali dilaporkan ke kelurahan dan kecamatan. Namun begitu, sampai saat ini tak ada intervensi yang nyata dari Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya. "Sering kita laporkan, tapi upaya dari kelurahan kurang maksimal," tandasnya. Terpisah, Lurah Airlangga Evi Andriani mengaku telah melakukan outreach ke lokasi. Hal tersebut setelah pihaknya mendapat laporan dari warga pada Rabu (7/12/2022) lalu. "Kami dapat laporan dari Bapak Soeheli selaku KIM Airlangga dan langsung kita tindaklanjuti dengan outreach ke lokasi. Hasilnya sudah kami laporkan ke Kecamatan Gubeng untuk diteruskan ke Baznas," jelasnya. Adapun berdasarkan hasil outreach, diharapkan dapat memperoleh program Rutilahu, pemasangan listrik, hingga dibuatkan akta kematian nenek Ayu, dan dua anak Ayu dapat terinput ke dalam kartu keluarga (KK). " Mereka status menikah siri dan sudah memilik dua orang anak yang belum masuk KK. Dua orang anak tersebut menderita stunting," terang lurah. "Lalu listrik rumah mereka mati sejak 2018 karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk membayar tagihan listrik. Rumahnya memiliki tiga kamar tidur dengan dua kamar tidur yang sudah rusak dan memerlukan perbaikan," sambung Evi. (bin)
Sumber: