Dukung Upaya Represif terhadap Gangster Karena Melanggar Hukum
Surabaya, memorandum.co.id - Pakar Hukum Pidana Universitas Bhayangkara Dr Sholehuddin mendukung Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang menyerukan genderang perang melawan gangster. Dan juga mendukung pernyataan Kapolrestabes Surabaya memerintahkan untuk melakukan tindakan tegas dan terukur berupa tembak di kaki kepada para remaja perusuh di Surabaya. Upaya keras represif ini jadi pilihan terakhir kepolisian untuk menjaga nama baik Kota Surabaya. "Saya kira pihak kepolisian sudah harus bisa menindak tegas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Karena ini bukan hanya sekedar kenakalan remaja, tetapi sudah melampaui batas karena sudah melanggar hukum, melawan hukum, hingga dampaknya meresahkan masyarakat sehingga menimbulkan terganggunya kondusifitas keamanan," kata Sholehuddin. "Fenomena gangster di Kota Surabaya sebenarnya merupakan kenakalan remaja, tetapi sudah tidak bisa ditolerir lagi jika kenakalan remaja itu sudah dianggap meresahkan masyarakat,” tutur Sholehuddin. Kemudian lanjut Sholehuddin, tindakan-tindakan kenakalan itu bentuknya sudah melawan hukum dan membahayakan keamanan masyarakat. Menurutnya, bila dilihat, rata-rata anggotanya masih anak-anak dan remaja. “Makanya saran saya, ketika mereka sudah ditangkap, polisi benar-benar harus mendata atau profiling lengkap mulai dari usia, alamat, orang tua, bersekolah atau tidak, kalau bersekolah dimana sekolahnya. Harus benar benar didata,” pintanya. Tak hanya itu, pria yang juga dikenal sebagai ahli hukum pidana ini mendorong kepolisian juga harus mencari siapa yang menjadi ketuanya atau otak dibalik tindakan mereka. Dia menambahkan, karena dalam kenakalan remaja seperti itu, mereka akan timbul keberanian ketika bersama-sama dengan latar belakang diprovokasi oleh ketua gang-nya itu. Untuk ketua geng-nya, Sholehuddin meminta ketua geng-nya juga benar-benar di profiling, tidak dilepaskan begitu saja. Dirinya yakin darisitu nantinya bisa ditelusuri sebab itu yang pada dasarnya hanya merupakan kenakalan remaja biasa mencari bentuk-bentuk kedewasaannya. “Tapi kemudian ketika itu diorganisir menjadi suatu kelompok geng lantas ada yang memprovokasi, itu perlu ditelusuri lebih jauh peristiwa apa dibalik fenomena gangster ini,” tegasnya. Dirinya berpendapat fenomena gangster tidak bisa diserahkan kepada polisi saja, tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak, khususnya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Menurutnya, kenakalan remaja ini bisa disebabkan segala aspek dan Pemkot Surabaya harus mendata dan melakukan evaluasi ada apa sebenarnya ini. “Karena itu tidak cukup dengan penanganan oleh polisi saja, diperlukan peran penting pemerintah kota. Jadi di sini sikap dan respon dari bapak wali kota sudah bagus,” imbuhnya. Sholehuddin mewanti-wanti fenomena gangster tidak boleh dibiarkan. Dia berharap anggota gangster yang sudah melanggar hukum artinya melawan hukum, misalnya membawa senjata apalagi sampai timbul korban, tidak ada kata maaf atau Restorative Justice dan harus diproses secara hukum pidananya. "Harus diproses sesuai hukum, jangan hanya sekedar di data aja lalu dipulangkan. Harus ditindak tegas sesuai peraturan hukum yang berlaku," tegasnya. Tetapi yang tidak terbukti kata Sholehuddin harus benar-benar didata menjadi catatan polisi dan Pemkot Surabaya, yakni dinas apa yang paling cocok menangani, misalnya dispora, dinas sosial dan macam-macam itu. Ia berpesan semua pihak harus bekerjasama, termasuk orang tua yang bisa saja terjadi ketidakharmonisan dalam rumah tangga dan di lingkungannya sehingga dampaknya ke anak tersebut. “Libatkan juga ahli, seperti ahli psikologi. Kemudian krimonologi dan pihak sekolah sampai perguruan tinggi,” tegasnya. Sementara terkait belasan remaja terlibat perusuhan di sebuah warkop dipulankan oleh Polsek Sukolilo, menurutnya itu tidak sekedar dipulangkan begitu saja. Harus didata betul betul anggota gangster tersebut sehingga kedepan tidak terulang kembali. "Harus diawasi dari semua aspek. Karena kalau dilepas begitu saja justru kedepanya menghawatirkan," pungkasnya. (alf)
Sumber: