Istilah Perang Terhadap Gangster, LPA Jatim: Pimpinan Daerah Kurang Bijaksana

Istilah Perang Terhadap Gangster,  LPA Jatim: Pimpinan Daerah Kurang Bijaksana

Surabaya, memorandum.co.id - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyerukan perang terhadap aksi tawuran dan gangster yang belakangan marak terjadi. Namun hal itu sangat disayangkan oleh Dewan Pembina Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur Teted Edward Dewaruci. Karena menurutnya dalam situasi saat ini anak-anak hanyalah korban situasi dan keterlibatannya haya ikut-ikutan saja. "Tidak boleh, itu namanya pemerintah kota atau pimpinan daerahnya (Wali Kota Eri Cahyadi, red) kurang bijaksana kalau kemudian menganggap dan langsung menvonis anak-anak ini tidak layak untuk diberi pembinaan.Terus ada istilah gangster. Gangster ini kan framing yang kemudian membuat masyarakat sendiri malah menjadi resah, itu tidak boleh," jelas Teted. Menurutnya, wali kota itu harus bisa mengendalikan situasi seperti sekarang, bukannya memperburuk keadaan dengan statmennya berperang melawan gangster yang mayoritas tergabung itu anak anak. "Jadi terus bukan istilahnya harus perang, harus dibunuh, dihabisi itu kan tidak bagus. Nanti akhirnya penegakan hukum seenaknya sendiri melakukan penembakan, penangkapan tanpa prosedur yang pasti. Itu tidak boleh. Semua harus sesuai aturan hukum yang ada. Jadi perlindungan anak ya UU Perlindungan Anak juga harus ditegakkan. Bukan berarti mereka diangap punya kesalahan, terus perlindungan anaknya diabaikan, ya tidak bisa gitu," tegasnya. "Pemimpin itu harus bisa menenangkan warganya untuk menganggap bahwa ya sudah ayo diselesaikan bersama-sama kalau memang ini posisinya anak anak yang memang masih bisa dilakukan pembinaan. Khusus ada problematika apa? Misalnya, ada konflik keluarga sehingga anak anak ini kurang perhatian itu kan mesti bisa dilihat semua. Apakah mereka memang tidak sekolah, pengangguran, itu kan jadi persoalan persoalan yang harus diselesaikan oleh pemerintah," tegasnya. Teted juga menjelaskan bahwa ini adalah suatu bentuk kenakalan remaja karena ingin menunjukkan jati dirinya. Sehingga dalam kasus ini ada yang mempengaruhi dan tidak bisa terkontrol. "Kalau anak itu biasanya ikut ikutan, karena sifatnya anak itu mengikuti, meniru, terus masih belum stabil, sehingga pasti ada orang dewasanya yang mempengaruhi. Nah tinggal dilihat mereka itu ikut ikutan dengan orang dewasa yang mempengaruhi apa sebabnya. Apakah dijanjikan sesuatu, atau memang buat gagah-gagahan aja. Karena namanya anak anak belum stabil kan gitu. Dia pengen diakui menunjukkan jati dirinya, pengen gagah gagahan kan gitu," terangnya. Ia menegaskan dalam posisi seperti itu penanganannya tidak bisa langsung dipukul rata. "Bahwa kemudian mereka diangap calon pembunuh, calon perusak, itu kan tidak boleh. Harus dilihat latar belakangnya itu. Masyarakat harus punya pemikiran tidak boleh langsung mendiskriminasi dan menganggap mereka tidak layak hidup di Surabaya," cakapnya. Langkah yang dilakukan harus dilakukan pendekatan pendekatan sesuai dengan hak anak, sesuai dengan apa yang perlu dibutuhkan kalau memang ada pembinaan khusus. Ketika disinggung apakah remaja yang di bawah umur jika bersalah di mata hukum bisa diproses? "Iya tetap proses hukumnnya jalan, tapi yang bernuansa perlindungan anak. Artinya nantinya proses hukum itu memberikan dampak bahwa anak ini akan menjadi anak yang balik kembali. Bukan kemudian anak ini kehilangan kesempatan untuk menjadi warga negara indonesia yang kembali baik," paparnya. Sementara ditanya yang ditangkap  itu hanya rantingnya aja, bukan otak di balik ide  atau ketua gangsternya, langkah polisi seperti apa? Ia mengatakan seharusnya polisi harus bertugas dengan baik untuk menemukan otak utamanya. "Kadang kadang juga ngak tahu dia latar belakang ikut sertanya karena seperti apa. Ya sebagai bentuk keadilan hukum, otak utama itu yang harus dipastikan dulu, ditangkap dulu. Kalau nggak ada, ya berarti mereka prosesnya harus dibebaskan," imbuhnya. Peran peting dan bentuk kepedulian anak anak yang ditangkap ini harus dilihat latar belakangnya. "Tanggung jawabnya pemerintah kota memastikan kok sampai ada anak menjadi korban keadaan seperti sekarang ini apa penyebabnya. Karena keluarganya sampai membuat anak anaknya itu bebas seperti ini apa penyebabnya. Jangan-jangan selama ini kasus kasus yang muncul itu karena keluarganya tidak bekerja dengan," pungksnya. Sebelumnya Wali Kota Eri Cahyadi menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi siapapun yang mengganggu ketertiban, keamanan, dan kenyamanan di Kota Pahlawan. Eri Cahyadi mengajak seluruh warga untuk bergerak bersama memberantas aksi tawuran dan gangster. Hal ini disampaikan Eri usai memimpin apel skala besar, Sabtu (3/12) malam. Kemudian dilanjutkan patroli gabungan yang melibatkan 2000 personel pemkot, TNI-Polri, dan ormas hingga Minggu (4/12) dini hari. “Ayo bangun semuanya, kita tidak rela kota ini diinjak-injak oleh orang yang tidak menciptakan rasa nyaman di Kota Surabaya,” ucap Eri Cahyadi. (alf)

Sumber: