Begini Nasib Guru Ngaji di Dupak Magersari, Tanpa Jaspel Tetap Mengajar dengan Ikhlas
Surabaya, memorandum.co.id - Empat orang guru yang mengajar di Tempat Pendidikan Alquran (TPA) Al-Hikmah, Jalan Dupak Magersari, Kelurahan Jepara, Kecamatan Bubutan, memiliki komitmen yang tinggi dalam mendidik generasi bangsa berakhlakul karimah. Setiap hari, sedikitnya ada 75 anak-anak setempat yang dididik untuk membaca dan memahami kitab suci Alquran. Tak ada biaya yang dibebankan untuk dapat mengaji di TPA-Al Hikmah. Padahal, para guru ngaji itu tidak pula menerima jasa pelayanan (jaspel) atau honor dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Mereka mendidik secara ikhlas, tulus, dan sukarela. “Belum pernah menerima bantuan dari pemkot, termasuk insentif. Kami tulus ingin mendidik anak-anak, membentuk karakter keagamaan supaya anak-anak bantaran rel di Dupak Magersari ini menjadi generasi penerus bangsa yang berakhlakul karimah,” ujar Nikmatul Rohmah, guru sekaligus pemilik TPA Al-Hikmah, Kamis (1/12/2022). TPA Al-Hikmah berdiri sejak 30 tahun yang lalu. Eksis di tengah permukiman padat penduduk yang membelah bantaran rel kereta api. Sudah empat generasi dari keluarga Nikmatul meneruskan tradisi keagamaan tersebut. Membuka ruang untuk belajar mengaji bagi para masyarakat sekitar. Tak terhitung jumlah anak yang telah dikhatamkan. Yang jelas, sudah bertahun-tahun keluarga Nikmatul menuangkan jasa yang mulia. Menjadi pilar positif di wilayah Dupak Magersari yang dulu terkenal sebagai kampung maling itu. “Saya generasi ketiga, mas. Kemudian sekarang diteruskan oleh anak perempuan saya, Aulia. Jadi yang mengajar ngaji di sini ada saya, adik laki-laki saya, Aulia, sama menantu saya,” urai perempuan yang lekat disapa Bu Nikma ini. Kendati tak termasuk dari 10.477 pendidik TPQ yang diberikan jaspel sebesar Rp500 ribu oleh Pemkot Surabaya, namun Nikma beserta keluarganya mengaku tak masalah. Niat mereka satu, ingin memberikan kebermanfaatan hidup untuk orang banyak. Padahal di sisi lain, keluarga Nikma bukan berasal dari kalangan berada. Sang suami, Bunari, memiliki toko klontong sederhana. Yang tentu pendapatannya tidak seberapa. Sedangkan Nikma, selain sebagai guru ngaji, dia juga seorang modin di RW 9. Kali ini dapat jaspel dari pemkot sebesar Rp800 ribu. “Sengaja kami gratiskan (biaya mengaji), karena di sini mayoritas masyarakat kurang mampu. Kami dipercaya masyarakat saja sudah senang kok, mas,” tandasnya. Sejatinya, Nikma sudah mengajukan ke pemkot agar memperoleh jaspel. Akan tetapi belum dapat dipenuhi. Pasalnya, TPA Al-Hikmah tidak mengantongi izin operasional dari Kementerian Agama (Kemenag) RI. Diduga izin tersebut belum bisa dikeluarkan kemenag lantaran bangunan TPA Al-Hikmah berdiri di atas tanah PT KAI. Sementara itu, Ketua RT 1/RW 9 M Toha mengaku sangat mengapresiasi kegigihan keluarga Nikma. Dirinya bersama masyarakat sekitar sangat bersyukur dengan adanya TPA Al-Hikmah. Bukan tanpa alasan. Kata Toha, hal itu dikarenaka ketulusan Nikma dan keluarga yang tetap membimbing anak-anak Dupak Magersari di tengah keterbatasan. “Masyarakat sangat senang, makanya banyak anak-anaknya yang mengaji di tempatnya Bu Nikma. Setiap sore dan malam hari berdatangan. Kita mengapresiasi perjuangan keluarga beliau yang dengan tulus mengajar ngaji,” urai Toha. Ke depan, dirinya berharap ada intervensi dari pemkot untuk TPA Al-Hikmah. Terlebih, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi begitu mengapresiasi keberadaan guru TPA/TPQ. Menurut dia, perjuangan keluarga Nikma tampak nyata. Merubah kampung Dupak Magersari menjadi lebih positif melalui kegiatan keagamaan. “Kampung ini dulu terkenal negatif. Banyak maling. Sarangnya penjahat. Tapi alhamdulillah, perlahan namun pasti berbenah. Salah satunya melalui tempat ngaji yang diselenggarakan keluarga Bu Nikma. Semoga ada sedikit perhatian dari pemkot untuk TPA Al-Hikmah,” tandas Toha. (bin)
Sumber: