Budi Daya Gandum Lokal Berpotensi Kurangi Ketergantungan Impor
Jakarta, memorandum.co.id - Budi daya gandum lokal di Tanah Air memiliki prospek yang menjanjikan. Apalagi, penelitian di Indonesia sudah banyak menghasilkan varietas-varietas benih gandum lokal. “Kementan (Kementerian Pertanian) harus punya concern untuk mengembangkan gandum lokal. Karena gandum lokal memiliki prospek yang baik. Karena seperti di India, maka kita bisa menikmatinya dengan melakukan substitusi impornya,” kata Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Jember Achmad Subagyo alam sebuah diskusi daring, Kamis (3/11). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia melakukan impor gandum dan meslin sebanyak 4,359 juta ton per Januari-Mei 2022 atau setara US$1,647 miliar. “Impor gandum tinggi karena meningkatnya konsumsi makanan berbasis tepung dari kelas menengah yang jumlahnya juga naik,” tutur Achnad. Namun,budi daya gandum di Indonesia masih menemui kendala. Pasalnya, lahan yang cocok untuk ditanami gandum masih di wilayah dataran tinggi. Sementara Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi menambahkan, budi daya gandum lokal membutuhkan inovasi teknologi pada perbenihannya. Selain itu juga diperlukan pemetaan wilayah yang cocok untuk ditanami komoditas tersebut. “Termasuk inisiasi varietas unggul gandum, kita coba dulu,” katanya dalam kesempatan yang sama. Indonesia sebenarnya telah menghasilkan beberapa varietas unggul gandum lokal antara tahun 2013-2014, seperti Guri-1, Guri-2, Ganesha, Guri-3 Agritan, dan lainnya. Namun belum ditemukan varietas yang cocok untuk ditanam di ketinggian kurang dari 400 meter di atas permukaan laut. “Kami sudah merilis banyak varietas produktivitas tinggi, untuk suatu daerah-daerah tertentu. Namun kemudian pengujiannya selalu di dataran tinggi, tidak di dataran rendah,” kata Pejabat Fungsional Utama Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros Sulawesi Selatan, Muhammad Azrai dalam diskusi tersebut. Menurut Azrai, agar menghasilkan benih gandum unggul yang adaptif di dataran rendah maka pengembangan produksi benih harus dilakukan di lokasi budi daya, dibantu teknologi dan inovasi bukan hanya dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian saja. “Mengembangkan sistem jaringan litbang (penelitian dan pengembangan) gandum dalam rangka komunikasi dan transfer IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) antara Badan Litbangtan dengan stakeholders,” kata Azrai. Selain menyiapkan benih unggul, kata Azrai, pemerintah juga harus melakukan identifikasi calon penangkar dengan beberapa kriteria berpengalaman dalam penangkaran, memiliki minat dan aset, serta memiliki lokasi yang sesuai syarat perbenihan gandum. “Pendampingan dan bimbingan teknis produksi benih di lapangan juga dibutuhkan. Jangan lupa juga, bimbingan dalam proses sertifikasi benih,” kata Azrai. Di sisi lain, budi daya gandum lokal yang ditujukan untuk menekan impor komoditas tersebut, juga harus dibarengi dengan menggiatkan budi daya tanaman pangan lokal yang sudah membudaya di masyarakat agar tidak menggeser kedaulatan pangan dalam negeri. “Substitusi gandum harus juga kita kerjakan melalui pangan lokal seperti misalnya singkong, dan seterusnya. Ini harus menjadi dasar substitusinya. Tetapi yang harus kita kerjakan adalah fleksibilitas budi daya pangan,” kata Achmad. Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Pertanian tengah fokus meluaskan budi daya sorgum, tanaman pangan lokal yang sudah dikenal sejak zaman nenek moyang kita, dengan target jangka panjang mensubstitusi ketergantungan impor gandum. (iku/gus)
Sumber: