Anggaran Permakanan Pakai Dakel, Komisi A Semprit 154 Kelurahan

Anggaran Permakanan Pakai Dakel, Komisi A Semprit 154 Kelurahan

M Machmud (kiri) dan Imam Syafi’i (kanan). Surabaya, memorandum.co.id -Penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya untuk program permakanan ternyata keliru. Selama lebih kurang 3 tahun, anggaran permakanan diambil dari dana kelurahan (dakel). Ini menentang Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 130 tahun 2018 tentang Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Kelurahan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan. Oleh sebab itu, dalam pembahasan R-APBD 2023, Komisi A DPRD Surabaya mengingatkan dan mengevaluasi laporan alokasi penggunaan dakel pada tahun mendatang. Yang mana, 154 kelurahan di Surabaya masih menginput anggaran permakanan ke dalam dakel. “Permakanan merupakan bansos. Jadi tidak bisa dimasukkan ke dalam dana kelurahan. Ini keliru. Makanya kita ingatkan bahwa permakanan itu harus dikembalikan ke pos belanja dinsos,” ujar anggota Komisi A DPRD Surabaya, M Machmud, Kamis (3/11/2022). Pihaknya sudah memanggil seluruh lurah dan camat ke ruang rapat. Hasilnya, seluruh kelurahan masih memasukkan anggaran permakanan ke dalam dakel. Rata-rata dakel termakan 80 persen untuk pos permakanan. Bahkan ada salah satu kelurahan yang menggunakan dakel 100 persen untuk permakanan. Memangkas habis dakel yang semestinya untuk pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat di kelurahan. “Ini tidak benar, makanya kita ingatkan. Kita evaluasi. Penggunaan dakel harus mengacu pada Permendagri 130/18. Yakni, 5 persen dari APBD itu untuk pemberdayaan masyarakat dan peningkatan sarpras. Titik,” tegas ketua Fraksi Demokrat-NasDem ini. Sejatinya, kata Machmud, Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya sangat memahami. Namun malah membuat aturan sendiri. Memaksa anggaran permakanan diambil dari dakel. Akhirnya, pemberdayaan masyarakat rendah. Tidak ada peningkatan. Yang ada permakanan melimpah. “Dakel kita minta dikembalikan fungsinya untuk masyarakat. Betul-betul untuk masyarakat. Permakanan kita setuju, tetapi itu biar masuk ke dinsos. Kita sudah bahas. Jadi anggaran permakanan tak lagi masuk ke dakel,” paparnya. Disinggung soal kekeliruan pemkot dalam penggunaan dakel ini, Machmud setuju. Akan tetapi, dia belum melihat secara jelas persoalan hukumnya. Menurutnya, KPK atau pihak berwenang perlu turun untuk mengusut. Meninjau apakah Pemkot Surabaya dapat disebut membuat kebijakan yang melanggar. “KPK yang lebih mengetahui. KPK atau BPK bisa turun untuk mengusut,” cetusnya. Hal senada disampaikan anggota Komisi A DPRD Surabaya Imam Syafi’i. Rupanya, masih banyak camat dan lurah yang belum paham penggunaan dakel. Terutama dakel untuk pemberdayaan warga. Misalnya, di beberapa kelurahaan, anggaran untuk pemberdayaan justru dihabiskan untuk permakanan. “Beberapa kelurahan lainnya sudah mencantumkan program pemberdayaan. Seperti pelatihan rias pengantin, pelatihan multimedia, pengadaan kolam ikan, dan lainnya. Akan tetapi jumlahnya masih minim,” kata politisi NasDem ini. Karena itu, dia mendorong luruh untuk berinovasi. Menelurkan ide untuk membuat program pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan karakter wilayah masing-masing. Benar-benar memaksimalkan dakel untuk membangun SDM dan peningkatan taraf hidup warga. “Mestinya lurah bisa memberi ide membuat program pemberdayaan yang disesuaikan dengan karakter dan potensi di wilayahnya masing-masing. Yang goalnya untuk peningkatan ekonomi, mengurangi pengangguran, dan pengentasan kemiskinan,” tuntasnya. (bin)

Sumber: