Perjuangan Mencari Perempun Polos dan Cantik Alami (1)
Seorang pria, Burhan (samaran) duduk termenung di kantor seorang pengacara, sebut saja Win, di kawasan Pengadilan Agama (PA) Surabaya. Wajahnya murung, “Dia asli Solo. Tapi sudah sejak tahun 2000-an tinggal di Surabaya,” kata Win sambil menunjuk Burhan. “Mas Burhan ini merasa tertipu oleh istrinya,” tambah Win. Win lantas bercerita bahwa Burhan adalah tipe orang yang serius. Tidak suka main-main, apalagi mempermainkan atau dipermainkan. Karena itu, pada masa lajangnya Burhan memegang prinsip tidak akan menikah sebelum punya pegangan yang kokoh. “Mas Burhan tidak ingin bergantung dan berada di bawah bayang-bayang leluhur. Dia bertekad bisa mandiri di usia muda,” kata Win. “Makanya sejak kuliah di Surabaya (Burhan menyebutkan nama perguruan tinggi papan atas, red) dia belajar mandiri. Cari duit sendiri,” imbuh Win. Waktu itu Burhan masih duduk di bangku semester dua. Untuk menunjukkan tekad mandirinya, Burhan berjanji tidak akan membebani orang tua. Dia lantas melamar kerja dan diterima sebagai waiters sebuah rumah makan cepat saji. Burhan cepat belajar. Dalam waktu singkat dia sukses menduduki posisi supervisi dan terus beranjak naik. Walau begitu Burhan tidak meninggalkan bangku kuliah. Kerja terus jalan, kuliah pun tetap jalan. Tidak ada yang dinomorsatukan atau dinomorduakan. Berjalan seiring seperti serasinya langkah kaki. Akhirnya Burhan lulus. Cum laude. Dia juga berhasil menyisihkan hasil kerjanya untuk membuka usaha kecil-kecilan. Mengadopsi usaha yang pernah ditekuni sebelumnya, Burhan menyewa sudut sebuah mal yang baru dibuka. “Dia tahu risikonya sangat besar. Membuka usaha di mal yang baru buka, yang belum tahu perspektifnya. Tapi dia yakin dengan ketekunan, keyakinan, doa, dan ikhtiar, kesuksesan pasti bisa diraih,” tutur Win. Saking konsentrasinya membesarkan usaha, yang ternyata berkembang sangat pesat, Burhan sampai seperti lupa terhadap urusan asmaranya. “Sampai orang tua-orang tua sering menegur,” sela Burhan setelah kami duduk bersama sambil ngopi di kantor Win. Sampai usia 30, Burhan belum juga memiliki teman dekat seorang perempuan. Kalau sekadar teman sih banyak. Kleleran. Tapi, tidak ada satu pun yang menurut Burhan laik dijadikan istri. Teman kuliah. Teman paguyuban pengusaha kuliner. Teman penghobi ikan koi. Dll. Dst. Dsb sangat banyak. “Tapi sampai usia saya menginjak kepala tiga, belum satu pun yang berkenan di hati,” kata Burhan. “Tidak ada yang cantik?” pancing Memorandum. “Banyak. Tapi itu bukan kriteria utama saya. Dan saya tidak mau cantik yang abal-abal, dempulan.” “Memangnya ada cantik yang tidak abal-abal?” Burhan tersenyum. “Tahu Nagita Slavina istri Raffi Ahmad? Terus Shireen Sungkar istri Teuku Wisnu?” tanya Burhan. Memorandum mengangguk. (jos, bersambung)
Sumber: