Ketika Pagar Perlahan Makan Tanaman di Kamar si Sulung (4)

Ketika Pagar Perlahan Makan Tanaman di Kamar si Sulung (4)

Farida tertegun. Diawasinya Bambang dan Kimpet. Pakaian mereka masih utuh. Demikian pula benges Kimpet yang biasanya merah menyala, tidak ada tanda-tanda bekas dicium atau mencium. Hatinya lega. Farida bergegas masuk kamar. Segera diperiksanya laci tempat menaruh duit. Agak berubah. Bergeser sedikit dari semula dia tinggal tadi. Begitu pula tumpukan uang di dalamnya. Walau begitu, Farida tidak tahu uang tersebut masih utuh atau berkurang. Sebab, terakhir dapat setoran, sore hari sebelumnya, dia belum sempat menghitung. Saat itu digeletakkan begitu saja. Kapalanya agak berat. Bambang yang pendiam semakin diam. Dia hanya memandangi istrinya tanpa berkata apa pun. Sampai sekarang, walaupun tidur sekamar, mereka memang tidak pernah berbincang. Ada peristiwa lucu keesokan hari setelah Bambang tepergok keluar dari kamar Kimpet, yang diakui untuk mengambil bangkai tikus di bawah ranjang. Awalnya Farida berusaha percaya meski ragu. Pagi itu Farida agak malas meninggalkan tempat tidur. Ia berbaring malas-malasan sambil memandangi Bambang yang bangkit dari karpet. Jam segitu biasanya Bambang mandi, kemudian pergi menjaga toko di pasar. Dengan santai dia membuka kaus singlet, kemudian melepas celana kolor. Saat itulah mata Farida terbelalak. Sebab, yang dipakai Bambang bukan celana dalam (CD) miliknya sendiri, CD warna gelap kesukaannya. Bambang terlihat memakai CD warna pink. Berenda, lagi. Dilepasnya CD tadi pelan-pelan. Mungkin baru menyadari CD yang dipakai bukan miliknya, buru-buru Bambang berusaha lari ke kamar mandi. Tak sampai selangkah, dia kesrimpet dan jatuh. Tersungkur. Farida spontan berteriak sambil menuding CD tadi, “Milik siapa itu?” Bambang diam dan pelan-pelan melanjutkan masuk kamar mandi. Meninggalkan CD warna pink berenda. Farida kembali berteriak. Kali ini memanggil Kimpet. “Pet! Itu milikmu kan?” kata Farida sambil menunjuk CD yang tergeletak di lantai. “Kenapa sampai bisa dipakai suamiku?” Kimpet diam. Menunduk. Matanya terpejam. Rapat. “Pet, jawab.” “Ya, Nyonya,” jawab Kimpet dengan suara bergetar, setelah lama diam, “Tuan salah pakai. Kemarin tergesa-gesa karena dengar Nyonya sepulang dari rumah sakit. Milik Tuan tertinggal di kamar Kimpet.” Emosi Farida terpompa sampai ubun-ubun. Kimpet dilempar HP. Kena jidat. “Sekarang kemasi barang-barangmu dan pergi,” teriak Farida. Napasnya tersengal, kemudian lunglai. Sejak itu Farida langganan katering. Khusus lauk dan sayur. Nasi ditanak sendiri dengan magic com. Seminggu kemudian baru pengganti Kimpet didapatkan. Dari desa asal Farida di Kediri. Dipilih yang sudah agak berumur agar tidak memancing hasrat Bambang. Seminggu-dua minggu tidak terjadi apa-apa. Pengganti Kimpet, sebut saja Bik Ima, sangat prigel. Semua pekerjaan rumah diselesaikan dengan baik. Masakannya sangat bervariasi dan selalu lezat. Baru pada minggu keempat, Farida mendapat kabar mengejutkan dari Bik Ima. Katanya, ketika Farida membantu menjaga toko, Bambang sering pulang diam-diam dan masuk kamar Iin. Cukup lama di dalam. Sekitar setengah-satu jam. “Iin anak kami, Bik. Tidak mungkinlah Tuan berbuat macam-macam kepadanya,” kata Farida ketika kali pertama diberi tahu Bik Ima. (jos, bersambung)  

Sumber: