Ketika Pagar Perlahan Makan Tanaman di Kamar si Sulung (2)
Karena tidak puas dengan pelayanan Farida, Bambang mulai melirik wanita lain sebagai solusi. Bukan orang jauh, melainkan “stok” di rumah. Bambang selingkuh dengan pembantu. Fakta itu terbongkar ketika suatu malam Farida tersedak air liur. Tenggorokannya tercekat. Ia berusaha meraih botol minuman di meja samping tempat tidur. Karena lampunya redup, Farida tidak berhasil memegang dengan sempurna. Botol jatuh dan menggelinding menjauh. Menghilang entah ke mana. Perempuan ini lantas berusaha meraih kursi roda untuk mengambil air minum di kulkas. Dalam perjalanan menuju ruang makan, tempat kulkas, Farida mendengar suara-suara mencurigakan dari kamar pembantu, sebut saja Kimpet. Farida mendekat dan membuka pintunya. Tidak terkunci. Begitu pintu terbuka, tampak pemandangan mendebarkan. Bambang dengan hanya berkolor pendek duduk di pangkuan Kimpet. Kimpet sediri duduk di tepi ranjang menghadap pintu. Farida tidak mampu berkata-kata. Dari mulutnya hanya keluar haok-kaok. Tangan kanannya yang masih kuat meraih apa saja yang bisa dijangkau dan membanting sekeras-keras atau melemparkannya. Gaduh. Anak-anak keluar dari kamar masing-masing dan menyaksikan pemandangan yang sangat tidak layak itu. Bambang buru-buru kembali ke kamar setelah menutup pintu kamar Kiimpet. Klunyur-klunyur. Anak-anak diminta masuk kamar. Dengan suara cedal dan terbata-bata Kimpet ditanya sudah berapa kali berbuat seperti itu dengan suaminya. Kimpet diam dan hanya menunduk. Ketika hendak ditampar, dia mengangkat satu jari, “Baru sekali ini. Nyonya. Sumpah.” “Puas?” tanya Farida agak pelo. “Belum sempat Nyonya,” jawab Kimpet polos. “Belum sempat apa?” tanya Farida kembali. Masih dengan suara pelo. “Belum sempat gituan. Hanya pangku-pangkuan,” jawab Kimpet. “Saya salah, Nyonya. Saya minta maaf,” imbuh Kimpet sambil memegang kaki Farida. Farida diam. Tidak tahu harus perbuat apa. Sebenarnya ada pikiran untuk memecat pembantu itu. Tapi kalau Kimpet dipecat, nanti akan sulit mencari pengganti pembantu seperti dia yang serba bisa. Semua pekerjaan rumah beres. “Tidak akan saya ulangi, Nyonya,” kata Kimpet, yang menjelaskan bahwa dia tadi dipaksa. “Tadi saya diancam,” imbuhnya. “Diancam bagaimana?” “Kalau menolak akan dipecat. Saya takut. Saya butuh duit untuk mengobatkan Emak di desa.” “Hanya karena duit kamu mau digituin?” “Tidak Nyonya. Katanya ini sudah seizin Nyonya.” “Seizinku?” “Ya. Katanya Nyonya sudah tidak sanggup melayani Tuan. Makanya Tuan boleh gituan sama saya. Agar tidak gituan di luar.” (jos, berambung)
Sumber: