Ketika Poligami Menjadi Solusi Kisruh Rumah Tangga (4-habis)

Ketika Poligami Menjadi Solusi Kisruh Rumah Tangga (4-habis)

Dahlan dan Ike kapok. Terakhir mereka minta bantuan Muniah untuk bantu beres-beres rumah. Sementara saja. Paling 3-6 bulan. Sampai Ike melahirkan. Atau kalau bisa sampai sang baby berusia setahun. Di tengah kehamilan, tidak diduga Ike jatuh di kamar mandi. Pendarahan. Dahlan menelepon rumah sakit tempat temannya berpraktik. Sambung. Tapi, kabar tidak kalah mengejuamtkan dia dengar. Ternyata temannya sudah meninggal tiga hari sebelumnya. Pascajatuh, ternyata kenyataan lebih besar harus dhadapai Dahlan dan Ike. Wanita tersebut divonis dokter lumpuh. Maka, bertumpuklah penderitaan mereka. Ike bahkan tak lagi bisa maksimal melayani sang suami. Satu-dua hari bisa bertahan. Tapi menginjak hitungan bulan, Dahlan tidak mampu mengendalikan diri. Dia tepergok selingkuh dengan Muniah. Tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali. “Muniah tidak salah. Saya yang memaksa,” kata Dahlan, yang menjelaskan bahwa Ike mengaku tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Dia mengajukan gugatan cerai. Dahlan mencoba mencegah dengan menawarkan solusi poligami. Jadi, Dahlan dan Ike tidak usah bercerai. tapi biarlah Muniah jadi istri kedua Dahlan.. Ike tidak mau. “Saya kasihan. Kalau kami pisah, Ike akan pulang ke desa. Padahal di sana sudah tidak ada siapa-siapa. Ayah-Ibu mertua sudah meninggal dan saudara tidak punya,” kata Dahlan Dahlan mengaku akan merawat Ike semampu dia asalkan perempan tersebut tetap di Surabaya dan tinggal bersama. Tentu saja dengan Dahlan dan Muniah. “Tapi Ike ngotot ingin pisah dan pulang kampung,” kata Dahlan. Menurut Dahlan, Muniah setuju dengan idenya, namun Ike sudah tidak bisa dipengaruhi. Dia tetap keuh-keuh pada pendiriannya. Walaupun di desa akan tinggal sorang diri, takdir itu akan dijalaninya. Memorandum yang datang ke PA pada sidang cerai lanjutan Dahlan vs Ike kebetulan bertemu Ike dan pengacaranya. Juga, Dahlan dan Muniah. Mereka masuk pada mediasi. Sidang berjalan cukup lama. Dari luar Memorandum mendengar tangisan dari dalam ruangan. Muniah yang menemani Memorandum di luar ruang sidang terlihat sangat tegang. Bersamaan dengan suara azan Duhur, Ike keluar dari ruang sidang, Dia duduk di kursi roda, sementara Dahlan dengan senyum tipis mendorong kursi roda tersebut. Tiba-tiba tangis Ike pecah bersamaan dengan kedua tangannya terulur kea rah Muniah. (jos, habis)  

Sumber: