Misteri Menghilangnya Orang-Orang Tersayang (1)

Misteri Menghilangnya Orang-Orang Tersayang (1)

Steve (samaran) sosok pendiam. Temannya terbatas. Salah satunya Irine, teman kuliah. Tidak sekadar menarik, rupanya Steve menyenangi temannya itu, Irine adalah adik kelas tetapi beda fakultas dan jurusan. Mereka Irine pertama bertemu di forum ospek (orientasi studi dan pengenalan kampus). Irine sebagai maba (mahasiswa baru), sedangkan Steve sebagai panitia. “Aku jatuh hati pada pandangan pertama,” kata Steve di kantor pengacara sekitar Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Sebagai panitia, Steve tertarik mendekati Irine karena dia selalu menyendiri di sela kegiatan. Wajahnya murung. Ketika ditanya, gadis yang mengaku berasal dari Blitar itu mengatakan tidak ada apa-apa. Hatinya hanya sedih karena berpisah dari orang tua. Ternyata mereka berasal dari kota yang sama, karena itulah cepat akrab. Di akhir acara, Irine pingsan. Saat itulah Steve memperhatikan Irine dengan seksama. “Orangnya cantik. Tapi sepertinya sedang memendam masalah. Tampak ada aura hitam di wajahnya,” kata Steve. Sekitar sejam kemudian Irine siuman. Tiba-tiba Irine memeluk Steve. “Terima kasih Kak,” katanya. Dada Steve bergetar. Hari itu Steve mengantarkan Irine pulang. Rumahnya mungil tapi bersih. “Ini rumahku, Kak. Rumah kecil-kecilan. Daripada kontrak atau indekos,” jelas Irine, yang tinggal di rumah itu bersama seorang pembantu. Sejak itu hubungan Irine dan Steve jadi akrab. Walau begitu, mereka tidak pernah menyinggung urusan masing-masing. Mereka tampaknya berusaha menjaga agar tidak terlalu jauh mencampuri urusan orang lain. Hingga suatu hari Irine mendapatkan kabar dari desa. “Kakak bisa meninggalkan aku?” pinta Irine saat Steve bermain ke rumahnya. “Kenapa?” “Aku harus pulang. Ada masalah” “Aku antar. Aku ingin bantu,” “Urusannya rumit. Tidak usah.” Irine memandang mata Steve. Lekat-lekat. Seolah ingin mentransfer kesedihan di hatinya dan menimba kekuatan jiwa pemuda tersebut. “Jangan, Kak. Kakak orang baik dan tidak sepantasnya aku melibatkan Kakak ke dalam kesedihanku.” Steve pun pulang. Sepekan kemudian dia kembali, tapi Irine tidak ada. Dia masih ke Bllitar. Steve hanya ditemui pembantu. “Kabarnya Mbak Irine diputusin pacarnya. Sekarang mereka sedang menyelesaikan masalah. Tapi ini rahasia lho,” kata si pembantu. Steve tidak mengucapkan apa pun. Ia baru tahu ternyata Irine sudah punya pacar. Untung selama ini dia tidak pernah menyatakan perasaannya kepada gadis itu. Belum. Beberapa hari kemudian Irine balik ke Surabaya. Steve sama sekali tidak bertanya soal pacar, bagaimana kelanjutannya, atau membicarakan terkait masalah itu. Seolah tidak terjadi apa-apa. (jos, bersambung)  

Sumber: