Kasus Pria Bunuh Diri Lebih Banyak Daripada Wanita

Kasus Pria Bunuh Diri Lebih Banyak Daripada Wanita

Surabaya, memorandum.co.id - Bunuh diri menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi. Data pun mencatat bahwa suicidal ideation atau pikiran untuk bunuh diri angkanya lebih besar dari pada kasus bunuh diri itu sendiri. Dari segi gender, laki-laki disebut lebih banyak melakukan bunuh diri dibanding perempuan. Laki-laki juga memilih menggunakan cara yang lebih fatal dalam bunuh diri. Sayangnya, saat menemukan seseorang yang mengalami masalah tersebut, kita seringkali tidak tahu bagaimana harus bersikap. Untuk itu, Reisqita Vadika, M.Psi, Psikolog mengatakan, depresi bisa menjadi pemicu seseorang berbuat nekat dan mengakhiri hidup dengan memilih jalan bunuh diri. "Ya, depresi bisa menjadi salah satu penyebab seseorang memutuskan untuk bunuh diri," kata Reisqita Vadika kepada Memorandum, Minggu (11/9). Dari sisi psikolog, korban gantung diri paling banyak dilakukan laki-laki atau perempuan. Alasannya kenapa. Berapa persen Menurutnya, di Indonesia, angka bunuh diri terjadi pada 3,7 laki-laki dan 1,1 perempuan per 100.000 orang (survei WHO). Faktor penyebab salah satunya adalah stigma bahwa laki-laki sebagai pribadi yang maskulin haruslah berkarakter tangguh. "Sejak kecil kita mungkin sering mendengar dari orang dewasa bahwa "anak laki-laki tidak boleh cengeng, tidak boleh menangis", hal ini berdampak pada kesulitannya individu laki-laki untuk bisa mengekspresikan dan memvalidasi emosinya. Mereka akhirnya lebih banyak memendam dan berusaha untuk tampak baik-baik saja saat ada masalah, walaupun sebenarnya merasakan rasa sakit emosional di dalam," jelasnya. Apa yang seharusnya dilakukan orang tua untuk mencegah agar orang terdekatnya tidak berbuat nekat dengan jalan bunuh diri! Pertama "Tanya" pengrtiannya hadir dan tanyakan bagaimana kabar orang terdekat kita. Bagaimana perasaannya belakangan ini? Apa saja yang sedang ia pikirkan? Jika ia ada masalah, bagaimana ia menghadapinya? Apakah ia kesulitan? Adakah yang bisa kita bantu untuknya? Kedua "Dengarkan" tunjukan ketulusan kita dengan hadir untuk mendengarkan keluh kesahnya. Mendengarlah untuk memahami, bukan untuk menimpali. Walaupun adakalanya kita ingin menasihati, jangan lakukan bila tidak diminta terlebih bila kita belum pernah melalui apa yang ia lalui. Ke tiga "Cari bantuan" bila kita merasa tidak cukup mampu untuk membantu, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Mencari bantuan adalah langkah awal untuk merdeka dari stigma dan mewujudkan kesehatan jiwa. (alf)

Sumber: