Fraksi PKS DPRD Surabaya Tolak Kenaikan Harga BBM

Fraksi PKS DPRD Surabaya Tolak Kenaikan Harga BBM

Fraksi PKS DPRD Surabaya menyampaikan pernyataan sikap. Surabaya, memorandum.co.id - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kota Surabaya menyerukan aksi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), Kamis (8/9). Hal ini selaras dengan sikap Fraksi PKS DPR RI yang juga menyayangkan langkah pemerintah pusat dalam menetapkan kenaikan harga BBM jenis pertalite, pertamax, dan solar. Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Surabaya Cahyo Siswo Utomo menyampaikan, naiknya harga BBM bersubsidi menyebabkan kesulitan masyarakat semakin bertambah. Kebijakan tersebut dinilainya tidak berempati dengan kondisi masyarakat yang masih dalam kesulitan ekonomi akibat terdampak pandemi Covid-19. "Beberapa waktu yang lalu, rakyat terpukul kenaikan harga minyak goreng. Belum selesai harga minyak goreng melonjak, harga telur meroket. Rumah tangga di seluruh Indonesia akan semakin terpukul dengan kenaikan BBM bersubsidi. Akan terjadi efek domino kenaikan harga di sektor lainnya," ujar Cahyo saat jumpa pers di DPRD Kota Surabaya. Menurut dia, dengan meroketnya harga BBM bersubsidi, maka akan membuat pedagang kaki lima, tukang bakso, sopir truk dan angkot, buruh dan pekerja, pelaku UMKM, emak-emak, pelajar, petani, peternak, nelayan, dan elemen masyarakat lainnya akan menjerit, terpukul ekonominya dan sulit bangkit kembali. "Kenaikan harga BBM bersubsidi akan menurunkan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kecil yang kondisi ekonominya belum pulih sepenuhnya," urainya. Selain itu, naiknya harga BBM bersubsidi juga bertentangan dengan kehendak rakyat. Dia mengungkapkan, seperti dari hasil survei LSI dimana sebanyak 58,7 persen masyarakat menghendaki pembatalan kenaikan harga BBM. Kemudian juga ada hasil survei Indikator politik Indonesia yang menyebutkan hingga 78,8 persen masyarakat menghendaki pembatalan BBM bersubsidi. Untuk itu, Cahyo mendesak perlu menjadi perhatian pemerintah pusat. "Hanya dalam hitungan hari, dampak yang dirasakan semakin terasa sehingga ketidaksetujuan warga dengan kebijakan ini semakin naik angkanya ketika disurvei," papar dia. Oleh karenanya, Fraksi PKS DPRD Kota Surabaya menekankan 4 sikap terkait hal ini. Pertama, mendorong pimpinan DPRD dan Wali Kota Surabaya menyampaikan sikap menolak kenaikan BBM bersubsidi kepada pemerintah pusat. Kedua, meminta Presiden RI Joko Widodo untuk membatalkan kenaikan BBM bersubsidi. Ketiga, meminta Presiden RI untuk menempatkan kebutuhan mendasar rakyat sebagaimana amanat UUD 1945, yakni pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak, kebebasan dari kemiskinan, terjangkaunya akses kepada energi sumber daya mineral, menjadi prioritas pembangunan dan prioritas alokasi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Keempat, kami meminta Presiden RI Joko Widodo melakukan efisiensi terhadap APBN dan mencegah serta mengatasi kebocoran-kebocoran anggaran sehingga tidak mengurangi pos anggaran subsidi BBM untuk rakyat," tandasnya. Sedangkan Bendahara Fraksi PKS DPRD Surabaya Aning Rahmawati mengatakan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi akan menyebabkan terjadinya inflasi terutama di sektor pangan. Aning menjelaskan, kenaikan pertalite dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter atau sebesar 30 persen, maka bisa diasumsikan inflasi akan naik sebesar 3,6 persen. Yang mana setiap kenaikan 10 persen BBM bersubsidi, inflasi bertambah 1,2 persen. Bahkan khusus Surabaya, beberapa hari lalu BPS Jatim bahkan merilis bahwa Surabaya satu-satunya kota dari 8 Kota IHK (Indeks Harga Konsumen) di Jawa Timur yang mengalami inflasi. Inflasi bulanan Surabaya di Agustus 2022 tercatat sebesar 0,26 persen. "Kita mendorong Pemkot Surabaya untuk menguatkan dan mengantisipasi dampak kenaikan BBM ini dengan membuat bantalan sosial atau yang biasa kita kenal dengan JPS melalui APBD P 2022 maupun APBD murni 2023 dengan mengalihkan belanja yang kurang prioritas untuk kesejahteraan rakyat," tuturnya. Sebab menurutnya, pengalihan anggaran tersebut dapat berdampak besar untuk keseimbangan kota. Di antaranya diwujudkan dengan menguatkan oprasi pasar, menyediakan bansos dengan manajemen data yang tepat sasaran, stimulan UMKM, dan pendampingan UMKM. "Karena fakta di lapangan saat turun dapil maupun RDP di komisi banyak masyarakat terdampak yang ini rentan memunculkan masalah-masalah sosial," tuntas Aning. (bin)

Sumber: